Home » Wonosobo Kembangkan Edamame Lokal untuk Atasi Krisis Kedelai Impor Tempe Kemul

Wonosobo Kembangkan Edamame Lokal untuk Atasi Krisis Kedelai Impor Tempe Kemul

by Manjie
Listen to this article

Wonosobo, satumenitnews.com – Wonosobo, kabupaten di Jawa Tengah yang terkenal dengan kelezatan tempe kemul, menghadapi tantangan serius akibat ketergantungan pada kedelai impor untuk produksi kuliner khasnya. Tempe kemul, yang sering menjadi pendamping nasi megono atau disantap sebagai camilan dan lauk, bergantung pada bahan baku kedelai yang kini sulit terpenuhi secara lokal.

Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (Dispaperkan) Wonosobo, Dwi Yama, mengungkapkan upaya inovatif mengembangkan varietas edamame lokal sebagai solusi, saat ditemui di acara panen perdana melon di Desa Karanganyar, Kecamatan Sukoharjo pada Selasa (22/4/2025).

Edamame Lokal, Obsesi Pribadi Dwi Yama

Dwi Yama menjadikan pengembangan edamame lokal sebagai misi pribadi. Dalam wawancara, ia menyatakan, “Itu termasuk bagian dari obsesi saya secara pribadi, karena kebetulan jadi Kepala Dinas.” Ia menjelaskan bahwa Dispaperkan tengah menyeleksi varietas edamame untuk menggantikan kedelai impor.

Baca juga :  Vaksinasi Anak di Wonosobo, Mulai Awal Tahun 2022

“Jadi saya sedang berusaha untuk menyeleksi edamame itu, kita jadikan kedelai untuk mensubstitusi kedelai impor,” ungkapnya.

Proses ini berfokus pada ukuran biji edamame. “Edamame itu kan besar-besar ya. Kita seleksi yang agak lebih kecil sedikit, supaya kalau untuk pembuatan tempe itu nggak gede-gede,” jelas Dwi Yama. Seleksi dilakukan melalui penanaman berulang. “Kita pilih, terus kita tanam lagi, kita seleksi lagi, sampai stabil,” tambahnya.

Tantangan Seleksi dan Siklus Singkat

Mengapa biji edamame perlu diperkecil? Dwi Yama menjelaskan alasan estetika. “Kalau ukurannya tidak terlalu besar, itu lebih menarik, meskipun secara fungsi sebenarnya nggak ada bedanya,” katanya. Ia menegaskan bahwa biji kecil menghasilkan tempe dengan tekstur yang lebih disukai konsumen.

Baca juga :  PPNI Kudus Bangun Gedung Nursing Center Baru

Proses seleksi ini memanfaatkan siklus tanam kedelai yang singkat. “Masalahnya kedelai kan umurnya pendek, tiga bulan. Artinya dalam satu tahun itu bisa paling tidak dua siklus,” ujar Dwi Yama. Meski uji coba belum menghasilkan varietas final, ia optimistis dengan pendekatan ini. “Yang sedang kami uji, belum mendapatkan hasilnya, tapi kami terus seleksi,” tegasnya.

Inovasi Lain di Bidang Pertanian

Selain edamame, Dispaperkan Wonosobo juga mengembangkan komoditas lain. Dwi Yama menyebutkan tiga varietas padi yang sedang disempurnakan bersama Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). “Padi dalam proses ini sudah mungkin dalam waktu dekat sudah ada,” katanya.

Ia juga mengungkap keberhasilan pengembangan bawang daun. “Bawang daun kita sudah mendapatkan penetapan dari Kementerian, yaitu Uncang Melandi sama Uncang Banyudal,” jelas Dwi Yama. Keunggulan varietas ini adalah kemampuan berbunga dan berbiji. “Pengembangannya melalui biji, tidak melalui stek. Jadi petani biaya produksinya bisa lebih rendah,” ungkapnya. Menurutnya, metode ini efisien. “Cukup sedikit biji, tidak perlu sampai 4 kintal, ribet saja,” tambahnya.

Baca juga :  Kapolres Wonosobo Lakukan Silaturahmi ke Kodim 0707/Wonosobo, Perkuat Sinergitas TNI-Polri

Uji Coba di Empat Titik

Pengembangan edamame lokal diuji di empat lokasi strategis di Wonosobo. “Ada empat titik, di Mungkung, Kalihangat, terus dua di Minggiran Selamarto,” ujar Dwi Yama. Lokasi ini dipilih untuk memanfaatkan kesuburan tanah Wonosobo. “Kami sedang uji coba, belum dapat hasil final, tapi kami terus seleksi,” katanya, menegaskan komitmen Dispaperkan untuk menemukan solusi.

Upaya ini menjadi langkah besar menuju kedaulatan pangan. Dengan inovasi edamame lokal, Wonosobo berharap tidak hanya menyelamatkan produksi tempe kemul, tetapi juga memperkuat pertanian lokal untuk masa depan.

You may also like

Leave a Comment