Wonosobo, satumenitnews.com – Dalam episode Podcast Lintas Topik yang tayang pada 18 Oktober 2024, Farid Gaban, wartawan senior sekaligus anggota Yayasan Diaspora Wonosobo, mengungkapkan keprihatinannya terhadap ekspansi pariwisata yang mengancam sektor pertanian di Dieng. Ia menegaskan bahwa pariwisata yang tidak terkendali telah mengambil alih lahan-lahan produktif dan merusak lingkungan.
“Pariwisata seharusnya menyokong pertanian, tapi sekarang justru menghancurkan. Ini adalah realitas yang kita hadapi di banyak tempat, termasuk Dieng,” ungkap Farid.
Lahan Pertanian Hilang untuk Vila dan Homestay
Farid menjelaskan bahwa perkembangan pariwisata di Dieng, Wonosobo, telah mengorbankan banyak lahan pertanian produktif. Pembangunan vila, homestay, dan infrastruktur wisata lainnya membuat petani kehilangan sumber mata pencaharian.
“Petani menjual lahannya karena tekanan ekonomi atau tergiur harga tinggi. Tapi mereka tidak menyadari bahwa ini menghancurkan fondasi hidup mereka sendiri,” ujar Farid.
Penebangan hutan untuk membuka lahan pembangunan juga menyebabkan erosi tanah. Dampaknya, produktivitas lahan yang tersisa terus menurun. Farid menyebutkan, “Deforestasi ini tidak hanya merusak tanah, tapi juga ekosistem air yang vital bagi petani.”
Ketidakseimbangan Antara Pariwisata dan Pertanian
Farid menyoroti ketimpangan prioritas dalam kebijakan daerah yang lebih mendukung pariwisata dibandingkan pertanian. Menurutnya, ini adalah persoalan besar karena pertanian seharusnya menjadi tulang punggung pariwisata.
“Kita punya potensi besar di pertanian lokal, seperti carica, kentang Dieng, dan teh Wonosobo. Produk-produk ini bisa menjadi daya tarik wisata, tapi bagaimana kalau lahan pertanian terus berkurang?” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keberlanjutan pertanian adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara kedua sektor tersebut. “Jika pariwisata mengambil alih pertanian, apa yang akan tersisa bagi generasi berikutnya?”
Dampak Lingkungan dari Pariwisata yang Tak Terkontrol
Selain lahan, Farid juga menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pariwisata. Limbah plastik dari wisatawan mencemari lahan dan sumber air, sementara sedimentasi di Sungai Serayu semakin parah akibat erosi tanah.
“Lingkungan di Dieng sudah sangat rentan. Jika ini dibiarkan, kita tidak hanya kehilangan pertanian, tapi juga ekosistem yang menopang kehidupan di Wonosobo,” jelasnya.
Farid juga menyebut bahwa banyak pembangunan pariwisata dilakukan tanpa perencanaan yang matang. “Pemerintah daerah harus lebih tegas dalam mengatur pembangunan, terutama di kawasan pertanian dan lingkungan sensitif,” katanya.
Pariwisata Berbasis Komunitas Sebagai Solusi
Farid menawarkan solusi berupa pariwisata berbasis komunitas, yang memungkinkan masyarakat lokal untuk menjadi pelaku utama. Ia mencontohkan wisata edukasi pertanian sebagai cara untuk mengintegrasikan kedua sektor ini.
“Wisatawan bisa belajar tentang proses budidaya kentang, pengolahan carica, atau bahkan pengalaman bertani langsung. Ini tidak hanya menarik, tapi juga mendukung petani secara ekonomi,” ungkapnya.
Regulasi ketat untuk melindungi lahan pertanian juga menjadi usulan Farid. Ia menekankan bahwa pembangunan vila dan homestay harus dibatasi agar tidak mengorbankan lahan produktif.
Pentingnya Peran Masyarakat Lokal
Menurut Farid, masyarakat lokal harus dilibatkan dalam setiap tahap pembangunan pariwisata. “Keterlibatan komunitas adalah kunci keberlanjutan. Ketika masyarakat merasa memiliki, mereka akan menjaga,” tegasnya.
Farid juga memuji beberapa inisiatif komunitas di Dieng yang mulai mempromosikan produk pertanian lokal sebagai bagian dari pariwisata. “Ini adalah langkah kecil, tapi dampaknya bisa sangat besar jika dilakukan secara konsisten,” tambahnya.