Dari Pelatihan PNPM Mandiri Hingga Omzet Puluhan Juta Rupiah
WONOSOBO, satumenitnews.com – Di Dusun Kunci, Desa Bojasari, Kecamatan Kertek, Ratna Suranti telah 14 tahun membudidayakan jamur. Mantan guru taman kanak-kanak ini memutuskan berhenti mengajar pada tahun 2013 demi fokus menekuni dunia pertanian, khususnya budidaya jamur tiram dan jamur kuping.
Awalnya, Ratna mengenal budidaya jamur dari pelatihan yang diselenggarakan program PNPM Mandiri. Tak berhenti di situ, ia terus belajar secara langsung dari petani-petani jamur di berbagai daerah di Jawa Tengah. Pendampingan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan turut memperkuat praktik budidayanya.
Kapasitas Produksi Meningkat Tajam
Saat memulai usahanya, Ratna hanya mampu menampung 1.000 baklok—media tanam jamur—di kumbung sederhana miliknya. Ia bahkan sempat menyewa rumah kosong hingga bekas kandang warga untuk membudidayakan jamur.
Kini, kapasitas kumbungnya melonjak hingga 24.000 baklok. Produksi jamur tiram dipanen setiap hari setelah melewati masa pembibitan selama 45 hari, sedangkan jamur kuping dipanen satu bulan sekali. Baklok bisa digunakan selama 4 bulan, dan setiap selesai masa tanam, kumbung dibersihkan serta disterilkan untuk siklus berikutnya.
Harga dan Pemasaran Masih Jadi Tantangan
Jamur hasil budidaya Ratna dipasarkan di wilayah Wonosobo. Jamur tiram dijual segar ke pasar-pasar lokal untuk kebutuhan sayur, sementara jamur kuping dipasarkan dalam bentuk kering kepada produsen keripik. Harga jual jamur tiram saat ini Rp13.000 per kilogram, sedangkan jamur kuping kering mencapai Rp80.000 per kilogram.
Namun, meskipun banyak petani jamur bermunculan, Ratna menilai jumlah produksi jamur lokal masih belum mencukupi kebutuhan pasar di Wonosobo.
“Satu produsen keripik jamur saja bisa membutuhkan 300 sampai 500 kilogram jamur kuping kering dalam satu kali produksi. Itu belum termasuk kebutuhan pasar jamur tiram yang juga tinggi,” ungkap Ratna.
Gagas KUB Cakrawala, Rintis Jejaring Petani Jamur Wonosobo
Ratna tak hanya membudidayakan jamur, tetapi juga menggagas terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUB) Cakrawala, sebuah asosiasi petani jamur di Wonosobo. Lewat pertemuan bulanan yang dilakukan secara bergilir, ia mencoba menyatukan para petani agar pasar menjadi lebih teratur dan harga jual bisa distabilkan.
Namun upaya tersebut tidak mudah. Menurut Ratna, setiap petani memiliki jalur pasar dan harga jual masing-masing. “Banyak petani jamur yang tidak bertahan lama, karena banyak faktor yang dihadapi,” jelasnya.
Memberdayakan Warga dan Petani Lain
Usaha jamur Ratna kini telah memberdayakan dua orang pekerja tetap untuk memproduksi media tanam setiap hari. Saat panen bulanan, belasan hingga puluhan warga turut dipekerjakan secara borongan. Ia juga aktif mendampingi petani jamur lain di wilayah Kretek dan Kalikajar.
Dengan ketekunan dan jejaring yang luas, Ratna berhasil membangun bisnis yang tidak hanya menopang ekonomi keluarganya, tetapi juga memberi dampak positif bagi petani dan masyarakat sekitarnya.
“Dari penjualan jamur setiap bulan, alhamdulillah kami bisa memperoleh omzet puluhan juta,” ujar Ratna sambil tersenyum.