Satumenitnews.com – Film G30S PKI menceritakan tentang detail tragedi yang terjadi pada 30 September 1965. Tragedi tersebut sampai-sampai harus merenggut nyawa tujuh perwira tinggi militer Indonesia bersama koleganya.
Film yang tayang perdana pada 1984 ini di Sutradarai oleh Arifin C Noer dari naskah yang digarap oleh Prof. Nugroho Notosusanto. Pelakon-pelakon kondang juga banyak berperan di dalamnya seperti Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.
Film G30S PKI sendiri diproduksi oleh Perum Perusahaan Film Negara (PPFN) yang dananya didanai pada saat masa Pemerintahan Soeharto.
Umumnya, film ini selalu diputar setiap tanggal 29 ataupun 30 September guna mengenang jasa para pahlawan. Kendati demikian cerita dalam film tersebut hingga kini terus menuai pro dan kontra terkait kebenarannya.
Sinopsis Film G30S PKI
Dalam film ini digambarkan secara detail atas tragedi kelam yang menimpa bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, tercatat tujuh perwira tinggi militer Indonesia bersama koleganya dibunuh dengan keji.
Impresi pertama penonton bakal disuguhkan adegan adanya sekumpulan orang yang diceritakan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia.
Penceritaan tersebut makin kuat dengan adanya scene lambang palut arit dan buku soal tokoh PKI DN Aidit.
Dibuat terkejut, para sekumpulan orang tersebut datang ke Masjid langsung menyerang para jamaah yang sedang menunaikan shalat dengan golok dan celurit.
Adegan Komandan Batalyon Cakrabirawa Kolonel Untung Samsuri digambarkan sedang memimpin persiapan kudeta pemerintahan Indonesia.
Kolonel Untung memang diyakini memiliki hubungan atau afiliasi yang kental dengan partai pimpinan DN Aidit tersebut.
Penggambaran dilanjutkan dengan adegan di mana Kolonel Untung dan sekelompok personel Tentara Nasional Indonesia membentuk kelompok revolusi yang dinamai sebagai gerakan 30 September.
Adegan memilukan mulai terjadi, pasukan 30 September itupun satu per satu mulai merangsak masuk menju rumah para Jenderal TNI AD yang mereka anggap sebagai gerakan ati revolusioner atau dikenal dengan sebutan Dewan Jenderal.
Tercatat, tujuh sub unit gerakan 30 September dikirim untuk menculik para Jenderal tersebut. Jenderal AH Nasution berhasil meloloskan diri dari kejaran. Namun nasib malang dialami putrinya, Ade Irma Suryani Nasution yang pada akhirnya mengebuskan nafas terakhkir kalinya karena timah panas yang ditembakkan kelompok gerakan 30 September.
Tak hanya Ade Irma Suryani, ajudannya yang bernama Perre Tendean pun harus meregang nyawa dan jasadnya di bawa ke dalam truk karena ia mengaku sebagai Jenderal AH Nasution.
Jenderal A Yani menjadi sasaran berikutnya, dalam film A Yani digambarkan menentang para pasukan yang datang hingga akhirnya ia pun tewas diberondong senapan.
Kemalangan yang sama juga turut dialami oleh Mayor Jenderal MT Haryono di Rumahnya yang harus meregang nyawa karena serbuan senapan.
Tak semua dieksekusi di tempat, Kepala Jaksa Militer Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen Siswondo Parman dan Letnan Jenderal Soeprapto ditangkap dan di bawa di tempat yang tak diketahui
Brigjen DI Pandjaitan bisa dibilang sebagai tokoh yang paling kooperatif dan tenang dalam menghadapi kelompok gerakan 30 September tersebut.
Sebelum di bawa, DI Pandjaitan meminta waktu hanya untuk berdoa sebelum di bawa, namun karena dianggap terlalu lama DI Pandjaitan akhirnya harus menerima nasib malang ditembak dan kemudian diseret ke dalam truk.
Setelah selesai menjemput para jenderal baik dalam keadaan hidup atau mati, mereka di bawa ke Lubang Buaya di mana markas G30S/PKI berada.
Adegan memilukan lagi-lagi dipertontonkan di mana para jenderal di siksa, dibunuh lalu jasadnya di buang ke dalam sumur sempit tua yang sekarang di kenal dengan sumur Lubang Buaya.
Atas kejadian tragis tersebut, para jenderal dan kolega yang gugur akhirnya mendapat titel sebagai pahlawan revolusi yang hingga kini kita akan selalu kenang.