Wonosobo, satumenitnews.com – Sekitar dua hingga tiga bulan lalu, Ahmad Mujab alias Jabil, alias Arya Kamandhanu atau yang akrab disapa Mas Arya, memulai langkah barunya sebagai peternak ayam petelur di Desa Maron, Wonosobo. Sebelumnya ia dikenal sebagai pelaku wisata, namun kini memilih menambah jalur usaha dengan ternak ayam karena ingin memiliki usaha sampingan.
Menurut Arya, saat ini ia membudidayakan kurang lebih seribu ayam petelur. Ayam-ayam tersebut mulai bertelur sejak satu bulan terakhir, meski kualitas telurnya masih kecil. “Makanya telurnya masih kecil-kecil. Tapi untuk kualitas, telur dari Desa Maron jangan diragukan, warnanya coklat seperti telur omega,” ungkapnya.
Panen telur harian saat ini berkisar antara 25 sampai 30 kilogram. Namun, Arya menyebut hasil tersebut belum bisa menutup biaya operasional, khususnya untuk pakan.
Harga Pakan Naik, Usaha Masih Merugi
Harga bahan pakan seperti jagung dan konsentrat terus naik. Jagung saat ini berada di angka Rp7.000 per kilogram, sedangkan satu karung konsentrat 50 kilogram bisa mencapai Rp500.000–Rp600.000. “Satu ekor ayam butuh 120 gram pakan per hari. Kalau seribu ekor, ya satu kuintal lebih tiap hari,” kata Arya.
Ia menambahkan, “Kami belum pakai pakan alternatif karena risikonya besar. Salah sedikit, ayam bisa tidak bertelur tiga sampai empat hari.”
Pernah sekali ia mencoba mencampur pakan sendiri dari katul, jagung, dan konsentrat. Namun karena takaran tidak tepat, ayam-ayamnya justru berhenti bertelur. Pengalaman itu membuatnya lebih hati-hati.
Dari 100 Ekor ke 1.000 Ekor
Usaha ini dimulai dari skala kecil. “Awalnya kami coba 100 ekor dulu, karena suhu di Desa Maron cukup dingin. Alhamdulillah aman, lalu kami tambah jadi seribu,” jelas Arya.
Ayam-ayamnya sekarang berusia 28 minggu. Usia produktif ayam petelur mulai dari 22 minggu. Namun jumlah telur belum stabil. “Hari ini bertelur, besok kadang tidak. Awal panen cuma 10 telur dari seribu ayam. Sekarang mulai naik, meski pelan,” ujarnya.
Ia memperkirakan, jika kondisi ideal, seribu ayam bisa menghasilkan hingga 40-45 kilogram telur per hari.
Optimisme dan Kendala di Tengah Jalan
Arya mengakui, usaha ini belum menghasilkan keuntungan. Namun ia tetap optimis. “Kami percaya, selama tekun dan telaten, insya Allah akan menghasilkan. Telur sekarang memang kecil-kecil, tapi nanti bisa jadi besar semua. Dari 20 butir per kilo jadi 16 butir per kilo, itu sudah untung,” katanya.
Suka dukanya pun dirasakan betul. “Sukanya ya kalau ayam sehat. Dukanya kalau ada yang sakit. Merawat ayam juga butuh kedisiplinan, kandang harus bersih agar produksi telur maksimal,” ungkapnya.
Modal Terbatas, Lahan Kontrak Murah
Peternakan ini berdiri di atas lahan milik temannya yang disewa selama 10 tahun dengan harga kurang dari Rp 4 juta. Arya mengaku belum tergabung dalam asosiasi peternak. Usahanya sepenuhnya mandiri.
Ia baru menjual telur ke satu pengepul lokal. “Kadang ada permintaan dadakan, misalnya buat syukuran atau orang meninggal, itu aja kami kekurangan. Warung-warung sekitar juga beli ke kami,” tutur Arya.
Ayam petelur yang ia pelihara diperkirakan bisa memproduksi telur selama 1,5 tahun penuh. Ia berharap dalam waktu dekat bisa memperbaiki kandang dan memperbesar kapasitas usaha.