WONOSOBO – Usai Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi A DPRD dan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonosobo, perwakilan anggota IGANDA Wonosobo membacakan sikap atas tuntutan mereka di depan gedung DPRD Wonosobo, Rabu 7 April 2021.
Diwakili Ketua Bidang Komunikasi Iganda, Arif Mulyanto membacakan pernyataan sikap berupa empat poin penting yang dinilai sebagai pemenuhan hak para pegawai Non ASN di saksikan belasan anggota IGANDA Wonosobo yang hadir.
“Kami meminta kepada BKD untuk mendata non ASN Kabupaten Wonosobo sebagaimana dimaksud dalam Data Non ASN Iganda supaya dijadikan basis data BKD tentang Pegawai Non ASN Kabupaten Wonosobo,” tutur Arif membacakan poin pertama
Sementara poin kedua, disebut Arif bahwa Non ASN sebagaimana dimaksud Data Non ASN Iganda Kabupaten Wonosobo selanjutnya untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Meminta Kepada Pemerintah Daerah agar menyusun kebutuhan ASN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, Tentang Manajemen PPPK Pasal 3 dan Pasal 4. Tentang Penetapan Kebutuhan disesuaikan kebutuhan dan mengakomodir non ASN yang telah bekerja,” tutur Arif membacakan poin ketiga.
Sementara itu, pada poin terakhir, IGANDA meminta Kepada Pemkab Wonosobo untuk memberikan perlindungan berupa manfaat jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Hal itu, sebagaimana berlaku bagi PPPK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen PPPK sesuai Pasal 99 Ayat (3).
Dalam poin yang sama juga menyebut tenaga non ASN yang tidak masuk di dalam kualifikasi PPPK, untuk merujuk pada Perda Kabupaten Wonosobo Ramah Hak Asasi Manusia, Pasal 14 Ayat g Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan dasar manusia dalam hak atas kesejahteraan.
“Kami berharap BKD bisa serius dalam mengurus data yang ada, karena setiap SK atau surat tugas para pegawai Non ASN juga ditembuskan ke BKD, lalu di mana data itu sekarang? Meskipun dalam praktiknya ada yang ber-SK dan ada yang tidak,” kata Arif.
Data IGANDA pada 24 Februari 2021 mencatat ada 807 orang Pegawai Non ASN di lingkungan Pemkab Wonosobo dari berbagai jenjang pendidikan dan bidang pekerjaan.
Disebut Arif, rentang upah yang diterima para pegawai Non ASN di kisaran Rp. 1 juta hingga Rp. 2 juta namun belum ada kejelasan tentang hak lain seperti yang terkait jaminan kesehatan hingga jaminan hari tua.
“Keberadaan pegawai non ASN pada instansi pemerintah masih dibutuhkan dalam menopang kelancaran administrasi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pelayanan,” imbuh Arif.
Menanggapi pernyataan sikap perwakilan IGANDA Wonosobo, Ketua Komisi A DPRD Wonosobo, Suwondo Yudistiro menyebut bahwa jumlah yang terdata 807 pegawai non ASN tersebut untuk diprioritaskan dalam perekrutan PPPK.
“Saat ini pemda tidak diperbolehkan rekrut Pegawai Harian Lepas, kecuali untuk keamanan dan kebersihan. Namun secara faktual di OPD masih ada perekrutan tenaga teknis atau pelaksana untuk membantu kegiatan. Regulasi terkait itu tidak ada, maka kami mengalami kesulitan jika ada tuntutan kesejahteraan hingga jaminan kesehatan,” kata Suwondo.
Masalahnya, lanjut Suwondo, di beberapa dinas karena dirasa mendesak ada perekrutan, namun penggajiannya selama ini lewat kegiatan karena mekanisme pengangkatan pegawai dari aturan pusat, tidak bisa dari tiap OPD.
“Hal ini kita akan kaji bersama, akan kita evaluasi mendalam menghadirkan instansi yang berkaitan dengan kepegawaian seperti BKD hingga masalah penganggaran hingga perencanaan. Mengingat ada data yang disodorkan dari 807 orang tadi apakah memenuhi kualifikasi untuk masuk ke PPPK,” kata Suwondo.
Data yang disajikan Iganda bersifat variatif dan jenjang periodisasi lama kerja juga berbeda.
Mengingat kemampuan anggaran Pemkab Wonosobo terbatas, maka harus melihat itu. Diungkap Suwondo, kurangnya pegawai di OPD dinilai karena moratorium Pengangkatan ASN.
“ASN kita ada 6.600 orang dan berkurang karena masa pensiun. Ini ada kebijakan pemerintah pusat dengan Zero Ground, untuk melakukan efektifitas kinerja ASN dengan beban kerja yang ada. Kebijakan pemerintah pusat ini agar tidak terjadi pembengkakan anggaran untuk belanja gaji aparatur, tapi kebutuhan lain juga terpenuhi seperti pendidikan dan kesehatan, serta belanja lain yang lebih urgen,” imbuh Suwondo. (Manjie/e2)