Home » Fakta Menarik Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Wonosobo

Fakta Menarik Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Wonosobo

Komunitas

by Manjie
Listen to this article

Wonosobo, satumenitnews.com – Alun-alun selalu menjadi pusat kegiatan masyarakat sejak dahulu. Sebagai ruang publik, alun-alun mencerminkan wajah suatu kota. Banyak kegiatan seremonial, olahraga, maupun event yang dipusatkan di alun-alun.

Tidak hanya menjadi pusat kegiatan, alun-alun juga menjadi magnet bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk mengais rejeki, terutama kuliner. Di Alun-Alun Kabupaten Wonosobo, PKL telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sejak generasi ke generasi.

Almarhum Pak Supar dengan Sate Tahunya, (Foto.Endro).

Sejarah PKL di Alun-Alun Wonosobo

Redaksi satumenitnews.com berhasil menggali informasi tentang PKL di Alun-Alun Wonosobo sejak tahun 1989.

Awalnya, hanya ada tiga PKL yang berjualan di depan kantor pariwisata lama (sekarang Taman Kartini, barat daya alun-alun).

Baca juga :  Unggahan Kru Bus PO Haryanto di TikTok Picu Kegerahan Pelaku Wisata Dieng

Mereka adalah Pak Supar yang berjualan bakso dan sate tahu, Pak Tarsono yang berjualan dawet, dan Pak Surip yang berjualan tahu kupat.

Dari ketiga pedagang tersebut, sate tahu Pak Supar menjadi yang paling terkenal.

Perkembangan PKL di Alun-Alun Wonosobo

Seiring perkembangan zaman dan sektor pariwisata di Kabupaten Wonosobo, jumlah PKL di alun-alun semakin bertambah.

Kini, terdapat empat kelompok paguyuban PKL di alun-alun, ditambah dengan kelompok pedagang dadakan yang hadir pada hari Minggu dan hari libur.

Kelompok PKL yang dibentuk oleh Pak Surip, almarhum Pak Supar, dan almarhum Pak Tarsono kini diteruskan oleh anak dan istrinya, dengan jumlah anggota mencapai 35 orang, baik siang maupun malam.

bu Tarsono beralih dari jualan dawet ke jualan gorengan dan nasi macan, (Foto. satumenit)

Taat pada Peraturan dan Menjaga Kebersihan

Eko Efendi, ketua salah satu paguyuban PKL di alun-alun, menegaskan bahwa setiap anggota diwajibkan untuk menjaga kebersihan dan keindahan tempat mereka berdagang, (03/07/2018).

Baca juga :  PKL Kembali Gelar Dagangan di Alun-Alun Wonosobo: Satpol PP Tidak Bertindak

Mereka selalu patuh pada instruksi pemerintah, seperti berhenti berdagang saat ada tamu agung di Wonosobo.

Bahkan, mereka juga pernah secara sukarela memperbaiki gorong-gorong yang macet dengan biaya sendiri.

“Bagi kami ini adalah bentuk simbiosis mutualisme antara PKL dan pemerintah,” ujar Eko.

pak Surip dengan usaha kupat tahunya yang hampir 30 tahun dijajakan diseputar alun-alun (foto. satumenit)

Penutupan Alun-Alun untuk Revitalisasi

Namun, sejak ditutupnya alun-alun untuk revitalisasi dan penegakan Perda Nomor 2 Tahun 2016 serta Perbub Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alun-Alun per 1 Juli 2018, semua kenangan kuliner di alun-alun harus disingkirkan.

Menurut Agus Suryatin, Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Wonosobo, keberadaan PKL membuat alun-alun menjadi semrawut, terutama pada hari Minggu dan hari libur.

Baca juga :  Operasi Keselamatan Candi 2025, Satlantas Sasar PKL Alun-Alun Wonosobo

Selain itu, para pedagang tidak memiliki izin untuk berdagang di alun-alun, sehingga perlu ditertibkan.

Kenangan Manis yang Hilang

Alun-alun Wonosobo memiliki kenangan tersendiri, terutama dalam hal kuliner seperti dawet, kelapa muda, mie ayam, mie ongklok, dan sate tahu.

Kini, kenangan tersebut hanya tinggal cerita setelah revitalisasi dan penegakan peraturan yang melarang PKL untuk berdagang di alun-alun.

Meskipun demikian, semangat dan cerita para PKL tetap hidup dalam ingatan masyarakat Wonosobo.

You may also like

Leave a Comment