Jakarta, satumenitnews.com – Resmi Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Di dalam amar putusannya MK menolak permohonan provisi para pemohon, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya yang tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Putusan tersebut dibacakan atas Permohonan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan yang diajukan oleh Riyanto, Nono Marijono, Ibnu Rachman Jaya, Yuwono Pintadi, Demas Brian Wicaksono dan Fahrurrozi.
Pasal-pasal yang diajukan untuk dilakukan pengujian ialah Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, dan Pasal 426 ayat (3). Di pasal-pasal tersebut mengatur mengenai sistem proporsional terbuka pada pemilihan umum. Pemohon menyatakan bahwa peran partai politik terderogasi atas berlakunya pasal tersebut.
Menyikapi uotusan tersebut Ketua Bidang Hukum PN AMK menyampaikan bahwa secara historis, perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka sejatinya merupakan sejarah panjang yang terjadi selama masa pemilu Orde Baru.
Denny Felano S.H., M.H menyatakan sistem proporsional tertutup yang diterapkan pada saat itu dinilai telah menghasilkan wakil-wakil yang lebih merepresentasikan kepentingan elit partai politik dibandingkan kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Belajar dari pengalaman pahit tersebut kemudian para pembentuk Undang-Undang Pemilu yang berkaitan dengan pemilu tahun 2003 bersepakat untuk menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sebagai seorang Lawyer Denny menyampaikan banyaknya pengalaman pahit yang didapat selama orde baru pada saat masih berlakunya sistem proporsional tertutup menjadikan pelajaran bagi Indonesia untuk mengubah sistem tersebut.
Sistem proporsional terbuka sejatinya lebih membuka ruang partisipasi publik dan memberikan kesan dekat terhadap rakyat dengan wakilnya.
“Menurut saya, Putusan Mahkamah Konstitusi sudah sangat tepat, karena hal ini memang kita belajar ya dari pengalaman pada saat orde baru yang pada saat itu peran partai politik untuk memilih siapa kader yang pantas untuk terpilih itu seringkali dijadikan permainan sehingga banyak terjadi penyimpangan, ” ucap Denny.
Dia juga mengaku turut serta mendukung Putusan MK tersebut.
Menurutnya sistem proporsional tertutup dapat diistilahkan dengan membeli kucing dalam karung.
Hal tersebut dapat didefinisikan sebagai memilih calon dengan melihat bungkusnya tapi tidak melihat apa yang ada di dalam bungkus tersebut.
“Jadi kita tidak mengetahui bagaimana kondisi barang yang terdapat di bungkus tersebut. Jika dikaitkan dengan sistem proporsional tertutup dimana para pemilih melakukan pencoblosan (membeli) calon wakilnya (kucing) melalui partainya (dalam karung),” jelasnya.
Dengan membuka karung tersebut, lanjutnya, akan memberikan kejelasan yang terang kepada masyarakat mengenai siapa calon yang akan dipilihnya, hal tersebut yang dinamakan dengan sistem proporsional terbuka.
Artinya masyarakat langsung memilih calon yang dilihatnya dengan tidak melalui partai lagi, dengan mekanisme ini masyarakat mengetahui calon yang dipilihnya berdasarkan pengetahuannya masing-masing.
“Saya sangat mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi kali ini, memang sudah tepat sejak zaman berubahnya sistem proporsional terbuka saat ini merupakan mekanisme yang paling tepat,” ujarnya lagi.
Ketua Bidang Hukum PN AMK ini sangat setuju dengan pendapat Para Hakim di Mahkamah Konstitusi (MK), dimana Sistem Proporsional Terbuka, memiliki beberapa kelebihan, antara lain fleksibilitas bagi para pemilih untuk memilih calon yang dianggap lebih sesuai dengan preferensi yang dianggap mampu mewakili mereka.
“Pemilih juga bisa berpartisipasi langsung sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik, termasuk meningkatkan partisipasi pemilih … hal ini mendorong inklusivitas politik, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat dan mencegah dominasi pemerintahan oleh satu kelompok partai politik,” terang Denny.
Sikap Denny Felano S.H., M.H. sebagai Ketua Bidang Hukumnya dimini oleh Ketua Umum PN AMK H. Rendhika D. Harsono, BSBA., Msc.
“Apabila kita menggunakan Sistem Proporsional Tertutup maka kita akan kembali lagi ke masa lalu dan hal tersebut merupakan kemunduran dari sistem demokrasi kita. Saat ini Indonesia sudah sangat baik dalam menyelenggarakan pesta demokrasi, sehingga apa yang telah disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum PN AMK Bro Denny sudah sangat tepat.” tandas Rendhika. (Wiwid)