Wonosobo, satumenitnews.com – Kajian strategis Roadmap Pertanian Wonosobo yang disusun oleh Tim Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) kembali membuka diskusi tentang ketahanan pangan di wilayah ini. Umar Shoid, Kabid Bina Program Dispaperkan Wonosobo, menegaskan bahwa sektor pertanian harus dijadikan bagian menyatu dalam roda ekonomi, bukan berdiri sendiri terpisah, Kamis (13/11/2025).
Untuk ilustrasi, Umar mengutip data impor jahe nasional. Sekitar 57,35 persen dari kebutuhan jahe Indonesia masih berasal dari lima negara yakni Tiongkok (35,18%), Jepang (7,35%), Amerika Serikat (4,93%), Korea Selatan (5,96%), dan Australia (3,93%). Sisa 42,65 persen pasokan merupakan produksi dalam negeri.
Namun, angka ini baru merepresentasikan proporsi impor dari lima negara tersebut terhadap seluruh kebutuhan pasar domestik Indonesia. Data lengkap yang membandingkan total volume impor, produksi dalam negeri, dan konsumsi jahe belum tersedia secara rinci.
“Peluang mengembangkan pasokan jahe lokal masih sangat besar. Sayangnya, kami belum punya data mendalam soal perputaran harga di pasar lokal, stok gudang, maupun kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Selain jahe, persoalan kebutuhan telur di Wonosobo juga masih minim data. “Data kebutuhan telur untuk masyarakat lokal dan sektor wisata belum jelas. Kami juga belum tahu berapa banyak telur yang didatangkan dari daerah lain dan apakah kebutuhan bisa dipenuhi dengan peternakan lokal,” tambah Umar.
Permasalahan peternakan telur ayam biasanya berkaitan dengan ketersediaan pakan, terutama jagung sebagai bahan konsentrat. Kemampuan petani lokal dalam memenuhi kebutuhan pakan ini menjadi kunci penting.
Umar menegaskan, semua ini bisa diintegrasikan jika data lengkap tersedia. Sementara itu, permasalahan jahe dan telur baru menyentuh sebagian kecil saja dari kompleksitas ketahanan pangan. Sektor pangan, peternakan, hortikultura, dan lainnya masih membuka peluang besar sebagai prioritas utama dalam industri pertanian terpadu Wonosobo.

