Wonosobo, satumenitnews.com – Jalan Lingkar Selatan Kertek ditargetkan beroperasi sebagai jalur alternatif sebelum H-7 Lebaran 2026. Proyek yang sejak awal dirancang untuk mengurai kemacetan di Kertek ini digenjot penyelesaiannya oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Wonosobo.
Kepala DPUPR Wonosobo, Nurudin Ardiyanto, ST., MT., menjelaskan progres pembangunan hingga akhir 2025 dan rencana percepatan pada 2026 agar ruas tersebut segera bisa dimanfaatkan pemudik dan pengguna jalan lokal.
Dibangun Bertahap Sejak 2024
Nurudin menyampaikan, pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kertek berlangsung secara bertahap oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo sejak 2024. Pada tahap awal, pada 2024, DPUPR memulai pekerjaan dengan membangun satu jembatan sebagai penghubung utama di ruas baru tersebut.
“Tahun ini satu jembatan lagi juga dibangun, dan insyaallah akhir tahun jembatan tersebut selesai. Setelah itu, kami lanjutkan pembangunan tahap berikutnya pada 2026,” ujar Nurudin pada Rabu (3/12/2025).
Ruas jalan lingkar ini diproyeksikan menjadi salah satu infrastruktur kunci untuk mengurai kemacetan di Kertek, terutama saat musim mudik dan libur panjang ketika arus kendaraan memadati kawasan Pasar Kertek yang selama ini dikenal sebagai titik krodit.
Target Berfungsi Sebelum H-7 Lebaran 2026
DPUPR Wonosobo memasang target ambisius: Jalan Lingkar Selatan Kertek sudah bisa difungsikan sebelum H-7 Lebaran 2026. Target ini mendorong pemerintah daerah mempercepat sejumlah tahapan, terutama proses pengadaan di tahun anggaran 2026.
“Kami menargetkan ruas Jalan Lingkar Selatan Kertek selesai sebelum H-7 Lebaran 2026. Karena itu, proses pengadaan di tahun 2026 akan kami percepat, sehingga pada Lebaran 2026 jalan ini sudah bisa difungsikan sebagai jalur alternatif untuk mengurai kemacetan di pusat Kota Kertek, yang setiap musim mudik selalu menjadi titik krodit,” jelas Nurudin.
Dengan berfungsinya jalur ini, pemerintah berharap tekanan arus lalu lintas di jalan nasional yang melintasi Pasar Kertek berkurang signifikan, terutama untuk kendaraan yang tidak harus masuk pusat keramaian.
Panjang Ruas dan Spesifikasi Jalan
Secara fisik, Jalan Lingkar Selatan Kertek tidak terlalu panjang, tetapi strategis. Nurudin memaparkan, total panjang ruas mencapai sekitar 1 kilometer dengan lebar badan jalan sekitar 8 meter.
“Panjangnya 1 kilometer, dengan lebar sekitar 8 meter. ROW-nya juga 8 meter,” tegasnya.
Lebar tersebut dirancang agar kendaraan roda empat hingga kendaraan besar dapat melintas dengan nyaman ketika jalur sudah diaspal dan difungsikan secara penuh. Ruas ini menghubungkan beberapa titik penting di sisi selatan Kertek, sehingga arus lalu lintas dapat dialihkan tanpa harus menembus kepadatan di sekitar Pasar Kertek.
Pekerjaan yang Dikejar Hingga Akhir 2025
Menjelang penutupan tahun anggaran 2025, DPUPR fokus merampungkan beberapa pekerjaan utama. Tidak hanya jembatan, tetapi juga badan jalan dan saluran di sepanjang ruas lingkar.
“Tahun ini targetnya menyelesaikan jembatan dan penyiapan badan jalan. Termasuk saluran juga diselesaikan. Jadi di 2026 nanti tinggal pengaspalan jalan yang panjangnya sekitar 400 meter,” terang Nurudin.
Artinya, ketika memasuki 2026, sebagian besar pekerjaan fisik berat sudah selesai. Fokus utama tinggal pada pekerjaan lapis permukaan berupa pengaspalan dan penyempurnaan sejumlah detail teknis agar ruas benar-benar siap digunakan pengguna jalan.
Dua Jembatan Kalipa’at di Ruas Lingkar
Pada ruas Jalan Lingkar Selatan Kertek, terdapat dua jembatan yang memegang peran sentral. Keduanya bernama Jembatan Kalipa’at I dan Jembatan Kalipa’at II.
“Di ruas ini ada dua jembatan: Jembatan Kalipa’at I dan Jembatan Kalipa’at II. Keduanya merupakan bagian dari upaya membuka ruas jalan baru untuk mengurangi kemacetan di kawasan Kertek,” jelas Nurudin.
Dua jembatan ini menjadi struktur utama yang menghubungkan badan jalan di atas aliran sungai dan area persawahan. Keberadaan jembatan-jembatan ini sekaligus menandai bahwa ruas lingkar tidak sekadar pelebaran jalan lama, tetapi benar-benar membuka koridor baru yang diharapkan efektif mengurai kemacetan di Kertek.
Total Anggaran Mencapai Sekitar Rp10 Miliar
Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kertek menyedot anggaran yang cukup besar. Nurudin merinci, kebutuhan anggaran sejak tahap awal hingga pembangunan dua jembatan mencapai sekitar Rp10 miliar.
“Untuk jembatan tahun ini sekitar Rp 3,5 miliar. Sebelumnya ada anggaran Rp 5,75 miliar, dan tahun kemarin ditambah sekitar Rp 3,5 miliar juga. Jika dihitung dari tahap 1 sampai pembangunan dua jembatan, totalnya kurang lebih Rp 10 miliar,” urainya.
Angka tersebut mencakup pekerjaan struktur jembatan, badan jalan, hingga penunjang lainnya. Ke depan, masih dibutuhkan anggaran tambahan untuk pekerjaan pengaspalan dan penyempurnaan fisik jalan agar jalur benar-benar siap melayani arus kendaraan yang ingin menghindari kemacetan di Kertek.
Lahan Dibebaskan Sejak 2011, Pembangunan Baru Dimulai 2024
Menariknya, pembebasan lahan untuk Jalan Lingkar Selatan Kertek sejatinya bukan hal baru. Prosesnya sudah berlangsung lebih dari satu dekade lalu.
“Pembebasan tanah sudah dilakukan sejak 2011. Memang sudah lama selesai, tetapi pembangunan fisik baru bisa mulai dilaksanakan pada 2024,” kata Nurudin.
Kondisi ini mencerminkan bagaimana proyek infrastruktur strategis kadang memerlukan waktu panjang dari sisi perencanaan, penyiapan lahan, hingga ketersediaan anggaran. Meski sempat jeda, Pemkab Wonosobo akhirnya mulai mengeksekusi pembangunan ketika ruang fiskal dan dukungan pendanaan tersedia.
Sumber Pendanaan: Kolaborasi Provinsi dan Kabupaten
Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kertek tidak hanya mengandalkan APBD Kabupaten Wonosobo. Nurudin menjelaskan, proyek ini memanfaatkan kombinasi sumber dana.
“Pendanaan proyek ini menggunakan kombinasi Bantuan Keuangan Provinsi dan APBD murni Kabupaten Wonosobo. Jadi sifatnya kolaboratif antara provinsi dan kabupaten,” ujarnya.
Skema ini memungkinkan percepatan pembangunan tanpa membebani satu level pemerintahan saja. Kolaborasi pendanaan diharapkan berbanding lurus dengan manfaat yang dirasakan warga, khususnya dalam mengurai kemacetan di Kertek dan meningkatkan kelancaran mobilitas antarwilayah.
Skema Pengalihan Arus dan Potensi Manfaat Lalu Lintas
Dari sisi lalu lintas, Jalan Lingkar Selatan Kertek disiapkan sebagai jalur alternatif sekaligus pengalih beban jalan nasional yang melintasi pusat Kertek. Nurudin mencontohkan beberapa skenario penggunaan jalur ini ketika sudah berfungsi.
“Kalau Lingkar Selatan Kertek ini nanti berfungsi, beban lalu lintas di ruas jalan nasional akan berkurang. Misalnya, kendaraan dari arah Selomerto menuju Wonosobo tidak perlu lagi melewati Jalan Nasional Pasar Kertek, tapi bisa langsung lewat jalan lingkar ini,” jelasnya.
Ia menambahkan, kendaraan dari arah Purworejo juga berpeluang memanfaatkan jalur ini sebagai alternatif ketika terjadi kemacetan di pusat Kertek. Meski demikian, ia mengakui masih ada hambatan berupa lebar jalan yang terbatas di area perkampungan Kertek yang terhubung dengan ruas lingkar.
Dengan demikian, sekalipun Jalan Lingkar Selatan Kertek diharapkan mampu mengurai kemacetan di Kertek secara signifikan, pemerintah tetap perlu memperhatikan penyesuaian di titik-titik sambungan agar aliran lalu lintas benar-benar lancar dan tidak memunculkan bottleneck baru.
Kawasan Sekitar Jalan dan Rencana Ruang Terbuka Hijau
Di sisi kanan dan kiri ruas Jalan Lingkar Selatan Kertek, pemandangan sawah dan lahan terbuka masih mendominasi. Kondisi ini membuka peluang penataan ruang yang lebih terarah, tetapi sekaligus menimbulkan tantangan terkait ketahanan pangan dan tata ruang.
“Kebetulan sebagian besar lahan di kanan kiri adalah aset Pemerintah Kabupaten. Kami berharap kawasan ini bisa menjadi alternatif ruang terbuka hijau kota,” tutur Nurudin.
Namun, ia mengingatkan bahwa banyak lahan di sekitar ruas masih berupa sawah produktif. “Ini juga menjadi tantangan karena sebagian masih berupa sawah. Kita tetap harus menjaga agar pembangunan tidak mengurangi produktivitas ketahanan pangan,” tambahnya.
Jika suatu saat ada lahan yang dialihfungsikan untuk kegiatan non-pertanian, DPUPR menegaskan kewajiban untuk menyediakan pengganti luasan lahan pangan. “Jika ada lahan yang digunakan untuk kegiatan non-pertanian, maka kami bertanggung jawab menyediakan pengganti luasan lahan pangan tersebut, misalnya dengan memperbaiki atau menambah jaringan irigasi. Prinsipnya, pembangunan tetap menjaga tata ruang dan ketahanan pangan di Kabupaten Wonosobo,” jelas Nurudin.
Dengan pendekatan tersebut, pemerintah daerah berupaya menyeimbangkan kebutuhan infrastruktur untuk mengurai kemacetan di Kertek dengan perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan penyangga kota.

