Wonosobo, satumenitnews.com – Pada peringatan hari jadi Kabupaten Wonosobo yang ke-199, serangkaian acara budaya dan tradisi digelar untuk menghormati sejarah dan kebudayaan setempat.
Rangkaian acara ini dimulai sejak tanggal 23 Juli, dengan prosesi Bedol Kedaton sebagai pembuka utama.
Prosesi ini menandai pemindahan pusat pemerintahan dari Dusun Wonosobo, Desa Plobangan, Selomerto ke Kelurahan Wonosobo (saat ini), dilakukan pada malam hari dengan menggunakan obor.
Prosesi ceremony dimulai dari Honggoderpo menuju Alun-Alun atau Pendopo Wonosobo.
Filosofi Air dan Doa Bersama
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Agus Wibowo, menjelaskan bahwa prosesi ini juga melibatkan ritual pengambilan air dari tujuh sumber, termasuk sumber air dari penjuru utara (Bimolukar), timur (Tuk Surodilogo dan Mudal), dan lainnya.
“Air ini kemudian dicampur dan didoakan oleh perwakilan dari berbagai agama di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Buddha, serta komunitas masyarakat luhur keyakinan Indonesia (MLKI),” ungkap Agus.
Ritual ini dilakukan di Paseban Alun-Alun Timur untuk memohon keamanan, keselamatan, dan kemakmuran bagi masyarakat Wonosobo.
Penjamasan Pusaka dan Pisowanan Agung
Pada tengah malam, prosesi penjamasan pusaka dilaksanakan, termasuk pembersihan tombak, payung, dan panji.
Pagi harinya, Pisowanan Agung digelar sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepada pemimpin mereka, dengan acara puncak ini hanya dilakukan setiap tanggal 24 Juli.
Agus menambahkan, “Filosofinya adalah ketika Kanjeng Raden Tumenggung berpindah pusat pemerintahan, masyarakat datang untuk sowan. Dalam acara ini, Bupati Wonosobo juga memercikkan air suci ke empat penjuru angin sebagai simbol permohonan kesejahteraan.”
Kirap Panji dan Sendratari Massal
Acara dilanjutkan dengan kirap panji yang sudah berkeliling seluruh desa dan dikembalikan oleh Forum Komunikasi Kecamatan kepada Forkopimda.
Acara ditutup dengan sendratari massal yang melibatkan 465 penari.
Sendratari ini menjadi kesempatan untuk mempromosikan dan memberikan ruang bagi para pelaku seni di Wonosobo.
Tahun ini, sendratari Lengger Ageng (Boneka lengger raksasa) menjadi sorotan utama.
Tradisi Rambut Gimbal dan Permintaan Unik Anak-Anak
Salah satu tradisi unik Wonosobo yang tidak boleh dilewatkan adalah tradisi anak-anak rambut gimbal.
Setelah prosesi pencukuran rambut gimbal, rambut tersebut dihanyutkan di Telaga Menjer sebagai simbol pelepasan hal-hal negatif.
Tahun ini, ada 11 anak yang ikut dalam prosesi ini, dengan permintaan unik seperti kalung dan penampilan Lengger cantik di rumah.
“Nah yang minta kalung ini sebenarnya awalnya minta ibu baru. Setelah dilakukan negosiasi panjang akhirnya diganti dengan minta kalung,” jelas Agus sembari senyum-senyum.
Gunungan menurut kadisparbud juga menjadi bagian penting dalam peringatan ini, karena melambangkan hasil bumi Wonosobo yang subur.
Gunungan ini dibawa oleh Bupati dan Muspida untuk masyarakat, kemudian masyarakat berebut untuk mendapatkannya sebagai simbol keberkahan.
Setiap desa dan instansi ikut berpartisipasi dengan menyumbangkan hasil bumi yang kemudian dibagikan kepada masyarakat.
Agus Wibowo juga menuturkan, peringatan hari jadi Kabupaten Wonosobo ke-199 bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga refleksi dari kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki.
“Melalui berbagai prosesi dan ritual, masyarakat Wonosobo diingatkan akan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya lokal,” kata Agus.
Acara ini menjadi ajang untuk mempromosikan budaya Wonosobo dan memberikan ruang bagi para pelaku seni untuk tampil.
“Kami berharap kualitas acara ini akan terus meningkat setiap tahunnya,” pungkasnya.***