Wonosobo, satumenitnews.com – Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (Dispaperkan) Wonosobo menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi sektor tanaman pangan di kabupaten ini. Dengan lahan sawah yang terus menyusut, alih fungsi lahan, dan perubahan pola tanam, keberlanjutan produksi pangan menjadi fokus utama bagi pemerintah daerah.
Penyusutan Lahan Sawah, Ancaman Nyata bagi Produksi Padi
Berdasarkan data Dispaperkan Wonosobo, luas lahan sawah di kabupaten ini pada tahun 2023 mencapai 10.877 hektare. Namun, tren penyusutan lahan terus terjadi dengan rata-rata 3.000 meter persegi per tahun. Penyebab utama dari kondisi ini adalah alih fungsi lahan untuk kebutuhan permukiman, pariwisata, dan pembangunan infrastruktur.
Menurut Umar Soid, Kepala Bidang Program dan Penyuluhan Dispaperkan Wonosobo, penyusutan lahan ini berdampak langsung pada penurunan hasil panen. Kecamatan seperti Garung dan Mojotengah mengalami pengurangan signifikan, dengan hanya tersisa 4 desa yang masih memiliki sawah aktif. Bahkan, di Kecamatan Kejajar, lahan sawah sudah tidak ditemukan lagi.
“Setiap tahun ada sawah yang berubah fungsi. Jika tren ini terus terjadi tanpa ada kebijakan pengendalian, produksi padi di Wonosobo bisa semakin menurun,” kata Umar saat ditemui di kantornya, jumat (21/02/2025).
Perubahan Pola Tanam: Petani Beralih ke Hortikultura
Selain penyusutan lahan, pola tanam di Wonosobo juga mengalami pergeseran. Jika sebelumnya banyak petani menerapkan pola dua-satu (dua kali tanam padi dan satu kali hortikultura), kini mereka lebih cenderung memilih hortikultura seperti cabai dan sayuran.
Menurut Burhan Lutfi, Analis Prasarana dan Sarana Pertanian Dispaperkan Wonosobo, petani kini lebih tertarik menanam hortikultura karena hasilnya lebih cepat diperoleh dan harga pasarnya lebih kompetitif dibandingkan padi.
“Petani semakin memilih hortikultura karena nilai ekonominya lebih tinggi, meskipun risikonya juga lebih besar. Ini menjadi tantangan bagi keberlanjutan tanaman pangan, karena jika terlalu banyak lahan yang beralih ke hortikultura, ketersediaan beras bisa terganggu,” jelas Burhan.
Tantangan Pendataan: Pola Tumpang Sari Menyulitkan Monitoring
Dispaperkan Wonosobo mengakui bahwa pendataan tanaman pangan masih menghadapi kendala. Banyak petani menerapkan sistem tumpang sari, yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam satu lahan. Hal ini membuat data menjadi tumpang tindih dan sulit dipetakan dengan akurat.
“Kami masih berupaya meningkatkan akurasi data lapangan, karena satu lahan sering kali digunakan untuk beberapa jenis tanaman. Pendataan yang akurat sangat penting untuk perencanaan strategis pertanian di Wonosobo,” kata Burhan.
Regenerasi Petani yang Kian Menipis
Selain faktor lahan dan pola tanam, minimnya regenerasi petani juga menjadi tantangan besar. Mayoritas petani di Wonosobo berasal dari generasi tua, sedangkan generasi muda semakin jarang yang tertarik bertani.
“Anak-anak muda lebih memilih pekerjaan di sektor lain, sementara pertanian semakin ditinggalkan. Ini menyebabkan banyak lahan yang tidak dikelola secara optimal,” tambah Burhan.
Saat ini, sekitar 80% lahan sawah di Wonosobo dimiliki secara pribadi, sementara sisanya dikelola dengan sistem sewa atau bagi hasil. Namun, tanpa adanya regenerasi petani, keberlanjutan sektor pertanian tetap menjadi pertanyaan besar.
Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Produksi Padi
Menghadapi tantangan ini, Dispaperkan Wonosobo telah meluncurkan beberapa program untuk menjaga keberlanjutan produksi padi, antara lain:
- Pengendalian alih fungsi lahan melalui regulasi dan insentif bagi petani yang tetap bertahan di sektor tanaman pangan.
- Peningkatan akses permodalan bagi petani muda agar mereka lebih tertarik untuk mengelola lahan pertanian.
- Program bantuan benih unggul dan pupuk bersubsidi untuk meningkatkan produktivitas lahan yang masih ada.
- Pendampingan teknologi pertanian modern agar petani dapat meningkatkan hasil panennya dengan cara yang lebih efisien.
Burhan menambahkan bahwa tanpa kebijakan yang lebih ketat dan intervensi pemerintah, Wonosobo bisa menghadapi penurunan produksi padi yang lebih tajam dalam beberapa tahun ke depan.
“Prediksi panen padi tahun 2025 masih belum bisa dipastikan, tetapi dengan kondisi yang ada, jika tidak ada langkah konkret, kemungkinan besar produksinya tidak akan meningkat,” pungkasnya.
Kesimpulan: Apakah Panen Padi 2025 Akan Meningkat?
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi – mulai dari penyusutan lahan, perubahan pola tanam, hingga minimnya regenerasi petani – prospek panen padi tahun 2025 di Wonosobo masih penuh ketidakpastian. Upaya pemerintah melalui berbagai program strategis diharapkan dapat menekan laju penurunan produksi, tetapi keberhasilan program ini sangat bergantung pada implementasi dan dukungan dari semua pihak, terutama para petani sendiri.
Masyarakat Wonosobo kini menanti, apakah kebijakan yang diterapkan mampu menjawab tantangan ini dan membawa sektor pertanian menuju masa depan yang lebih berkelanjutan?