Wonosobo, satumenitnews.com – Pemerintah Kabupaten Wonosobo gencar menertibkan tambang galian C demi menggenjot pendapatan asli daerah, tapi kerusakan lingkungan dan nasib pekerja lokal kian membayangi kebijakan ini. Sekretaris Daerah One Andang Wardoyo mengungkapkan langsung di lapangan, “Hari ini kami sedang berupaya untuk melakukan penertiban usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Wonosobo. Ini tindak lanjut dari 4 bulan yang lalu.” Kunjungan tim pemerintah ke kawasan tambang pada Senin (1/12/2025) menargetkan pendataan ulang pelaku usaha, pengurusan izin PKKPR, dan penarikan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Pendataan Tambang Terungkap Lebih Luas
Andang menjelaskan bahwa data awal hanya mencatat 14 pelaku usaha tambang, tapi lapangan justru mengungkap nama baru seperti Pak Latif dari Jawa Timur dan Pak Gelang. “Totalnya ternyata cukup lumayan, karena saya punya data itu hanya sekitar 14 orang. Tapi kan saya ketemu pelaku-pelaku baru nih,” ungkapnya. Ia langsung menugaskan Kepala BPKD beserta tim untuk mendata lebih masif soal perizinan dan pajak, agar pendapatan asli daerah dari sektor ini tidak bocor lagi.
Hanya satu pengusaha, Saudara Ferry, yang sudah mengajukan PKKPR hingga kini. [10] Andang menekankan, “Saya sudah turun ke beberapa pengusaha untuk melakukan proses perizinan. Tapi yang mengajukan PKKPR baru Saudara Ferry, yang lain belum mengajukan.” Pendekatan ini sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang membatasi kawasan potensial seluas 150.000 hektare di Kertek, Mojotengah, Kejajar, Garung, dan sungai-sungainya hanya pada area yang sudah ditambang.
Pajak MBLB Jadi Andalan Pendapatan Asli Daerah
Pemkab Wonosobo memasang target tinggi pada pajak MBLB untuk memperkuat pendapatan asli daerah. “Perusahaan tambang itu ada kewajiban membayar pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Kami ingin mengajak para pelaku tambang juga berkontribusi untuk Wonosobo,” tegas Andang. Dana pajak tersebut akan dialokasikan langsung untuk perbaikan lingkungan dan infrastruktur di kawasan tambang.
Potensi pendapatan asli daerah dari tambang diprediksi melebihi data sebelumnya jika penertiban sukses. Andang memperkirakan, “Mungkin lebih dari data sebelumnya, kalau hari ini kita lihat seperti itu mungkin lebih.” Sosialisasi dan pendataan oleh BPKD menjadi kunci utama agar setiap truk material berkontribusi pada kas daerah secara resmi.
Rekomendasi KPK Pandu Penertiban
Penertiban mengikuti arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal tata kelola pertambangan daerah. Andang menyatakan tegas, “Sepanjang masih di wilayah tambang, usaha itu akan kita berikan rekomendasi PKKPR, tapi kalau sudah di luar lokasi tambang pasti nanti akan kita tutup.” Pemerintah hanya memproses izin dan pajak di zona resmi, sementara aktivitas di luar kawasan langsung ditutup tanpa pungutan.
Langkah ini menutup celah tambang ilegal yang selama ini merugikan pendapatan asli daerah. “Yang kita tarik hari ini adalah izin dan pajak, sesuai dengan rekomendasi KPK,” tambah Andang. Pendekatan transparan ini diharapkan memastikan aliran pajak MBLB masuk ke APBD tanpa kebocoran.
Reklamasi Jadi Tantangan Berat
Kerusakan lahan akibat galian C sudah parah di banyak titik, tapi reklamasi masih menjadi pekerjaan rumah besar. “Kami tidak hanya sekedar mengejar pendapatan, tapi mengendalikan agar kerusakannya bisa lebih ditekan,” ujar Andang. Perizinan baru akan mensyaratkan batas kedalaman, kemiringan tebing, cara reklamasi, dan jaminan dari perusahaan.
Belum ada satu pun tambang yang berhasil reklamasi secara tuntas di Wonosobo. Andang mengakui, “Ya, belum ada yang sukses. Betul, belum ada, tapi ada upaya-upaya dari situ.” Pemerintah akan edukasi pelaku usaha agar menghindari bencana seperti di luar Jawa.
Penutupan Total Masih Dihindari
Pemkab belum berencana tutup total tambang seperti di Merapi demi kebutuhan material bangunan warga. “Ketika nanti sungai itu masih memungkinkan kebutuhan untuk bangunan cukup, ya nanti kalau kerusakannya lebih parah pasti akan ditutup,” jelas Andang. Penambangan ramah lingkungan dengan reklamasi sukses akan tetap diizinkan.
Ekonomi lokal bergantung pada tambang, dengan banyak pekerja asal daerah. Andang menambahkan, “Karena tambang ini tidak hanya persoalan, ada persoalan ekonomi juga. Faktanya di daerah ini juga banyak kawasan pekerja-pekerja lokal yang menggantungkan di sektor tambang.” [10]
Wisata Gantikan Tambang Jangka Panjang
Pemkab rencanakan alih fungsi kawasan Candiasan Keselenggaraan jadi destinasi wisata untuk ganti ketergantungan tambang. “PR kami makanya Pemda punya kebijakan merubah kawasan Candiasan Keselenggaraan menjadi kawasan wisata baru,” ungkap Andang. Langkah ini buka lapangan kerja baru dan cegah warga jual tanah untuk tambang.
Pendapatan asli daerah diharapkan bergeser ke pariwisata yang berkelanjutan. Pemerintah edukasi masyarakat pertahankan lahan pertanian.
Pungli Paguyuban Masuk Radar
Keluhan pungutan Rp10.000 per truk oleh oknum paguyuban di jalan tambang mulai diselidiki. “Saya belum tahu kalau itu pungutan-pungutan dalam bentuk apa. Nanti kita bisa cek. Tapi kalau Pemda hanya akan memungut pajak,” jawab Andang. Ia tegaskan, pemerintah hanya ambil pajak resmi untuk pendapatan asli daerah.
Tanggung jawab reklamasi sepenuhnya ada di perusahaan tambang. “Kalau perusahaan itu tanggung jawab perusahaan,” pungkas Andang.

