Wonosobo, satumenitnews.com – Komisioner Bawaslu Wonosobo, Ariantono, mengaku Festival Kuliner Legend 2025 bukan sekadar ajang jajan, melainkan ruang yang berhasil “menariknya” kembali ke masa muda lewat deretan kuliner legend yang tertata di Gedung Sasana Adipura Kencana pada 21–23 November 2025.
Ia menyebut tata ruang, dekorasi bambu berpadu tali ijuk, hingga penataan stand dan pilihan menu membuat pengunjung seperti diajak berjalan menyusuri memori kota lewat rasa dan aroma makanan tradisional yang sudah puluhan tahun hidup di Wonosobo.
Dekorasi Bambu dan Stand yang “Sesuatu Banget”
Saat diminta menjelaskan kesan pertama, Ariantono menegaskan bahwa dari sisi visual, Festival Kuliner Legend 2025 sudah “luar biasa”. Ia menyoroti penggunaan bambu sebagai elemen utama dekorasi yang kemudian dipadukan dengan tali ijuk di bagian ujung, memberi kesan tradisional yang kuat sekaligus estetik bagi pengunjung.
Menurutnya, penataan masing-masing stand kuliner dibuat rapi dan menarik, sehingga orang yang melintas akan mudah tertarik melihat isi lapak satu per satu. Ia meyakini dari tampilan saja sudah bisa dipastikan bahwa sajian yang dihadirkan bukan sekadar makanan biasa, melainkan kuliner legend yang menyimpan cerita panjang di baliknya.
Dari Bakso Pak Kabul hingga Camilan “Tradisional Banget”
Menjawab pertanyaan soal menu favorit, Ariantono menyebut salah satu yang baru ia cicipi di festival adalah bakso Pak Kabul yang menurutnya “maknyus”. Ia mengisyaratkan bakal kembali lagi ke lokasi festival karena masih ingin mencoba beberapa menu lain yang belum sempat dicicipi, termasuk kuliner yang selama ini hanya ia kenal lewat cerita atau kunjungan masa lalu.
Sebagai bagian dari generasi yang tumbuh di era sebelum makanan kekinian mendominasi, Ariantono mengaku lebih dekat dengan kuliner tradisional seperti bubur kacang hijau, jajanan jadul, dan menu berkuah sederhana yang akrab di warung-warung lama.[8][9] Pilihan favoritnya cenderung jatuh pada panganan yang ia sebut “agak tradisional”, karena menghadirkan kembali cita rasa sederhana yang dulu sering ia temui di masa remaja.
Soto Sapi Bumi Roso dan Kenangan Bertemu Istri
Di antara sekian banyak kuliner legend yang ikut meramaikan festival, Ariantono secara khusus menyinggung Saoto Sapi Bumi Roso. Bukan hanya karena rasa dan popularitasnya sebagai salah satu ikon kuliner Wonosobo, tetapi juga karena tempat itu menyimpan kenangan pribadi yang sangat kuat.
Ia menceritakan bahwa Soto Sapi Bumi Roso menjadi salah satu lokasi yang sering ia kunjungi di masa muda. Di tempat itulah, ia menyimpan momen penting: pertemuan dengan sang istri yang kemudian melekat selamanya dalam ingatan setiap kali ia mendengar nama Bumi Roso atau mencium aroma soto sapi kuali.
Kenangan personal ini membuat kehadiran stand Saoto Sapi Bumi Roso di Festival Kuliner Legend terasa lebih dari sekadar pelengkap daftar tenan. Bagi Ariantono, satu mangkuk soto mampu merangkum kombinasi rasa, tempat, dan peristiwa yang menjadikan kuliner sebagai bagian dari perjalanan hidup, bukan hanya kebutuhan perut.
Ekspektasi “Ditarik ke Zaman Muda” yang Terbayar
Saat mendapat undangan atau informasi mengenai Festival Kuliner Legend, Ariantono mengaku langsung terbayang akan suasana masa mudanya di Wonosobo. Istilah “kuliner legend” membuat pikirannya ditarik kembali ke era ketika ia sering berkeliling mencari makanan di warung-warung sederhana yang kini sebagian sudah menjelma menjadi nama besar di peta kuliner lokal.
Setelah datang langsung ke Gedung Sasana Adipura Kencana, ia menyatakan festival tersebut berjalan sesuai dengan ekspektasi awalnya. Deretan stand yang menampilkan kuliner lawas, atmosfer tradisional dari dekorasi bambu dan tali ijuk, serta kehadiran pelaku usaha yang sudah puluhan tahun berjualan, membuat nuansa “pulang ke masa muda” terasa kuat sepanjang koridor gedung.
Harapan: Durasi Diperpanjang dan Kuliner Legend Lain Diundang
Meski puas dengan pelaksanaan festival tahun ini, Ariantono tetap menyelipkan harapan agar agenda serupa ke depan dapat diberi durasi lebih panjang. Menurutnya, tiga hari pelaksanaan Jumat hingga Minggu, 21–23 November 2025 dirasa masih kurang untuk menampung antusiasme pengunjung dan memberi kesempatan lebih luas bagi warga mencicipi semua kuliner legend yang hadir.
Ia juga menyinggung adanya beberapa tempat makan legend yang menyimpan kenangan masa SMA, namun belum terlihat hadir sebagai tenan di festival kali ini. Ia berharap pada gelaran berikutnya, panitia dapat mengundang lebih banyak lagi pelaku kuliner lawas sehingga peta kuliner legend Wonosobo yang ditampilkan semakin lengkap, dari pusat kota hingga sudut-sudut kampung yang selama ini hanya dikenal kalangan lokal.

