Wonosobo, satumenitnews.com — Di tengah selera musik yang makin “mellow” dan serba cepat, satu band memilih tetap gelap: ROH (Radiant of Heart) lahir dari masa pandemi dan mengklaim menjadi satu-satunya band gothic yang masih aktif di Wonosobo. Mereka berdiri awal 2021 saat COVID-19, berangkat dari kumpul-kumpul yang berujung pada tekad: membuktikan gothic wonosobo belum benar-benar mati, meski geliat band sejenis di era 2000–2014 disebut sudah banyak yang meredup.
Lahir dari pandemi, lahir dari kekosongan
Koko Grindcrots, bassist ROH, menuturkan band ini berdiri awal 2021 saat pandemi COVID-19, berawal dari pertemuan-pertemuan yang kemudian melahirkan “cetus ROH”. Ia menyebut ada kegelisahan lain yang ikut mendorong, “Wonosobo pernah punya sejumlah band gothic pada rentang 2000–2008 hingga sekitar 2014, tetapi banyak yang tidur karena faktor usia, ekonomi, dan pernikahan,” ujarnya.
Bagi ROH, keadaan itu bukan sekadar nostalgia, melainkan sinyal bahwa ruang gelap harus tetap diisi. “Saya pengin memunculkan bahwa Wonosobo itu genre gotik masih tetap bertahan,” kata Koko dalam wawancara tersebut.
Tiga vokalis, enam orang yang sama
Di internal band, ROH menekankan konsistensi sebagai modal bertahan. Koko menyebut personel inti tidak berubah jumlah, sejak awal hingga kini tetap enam orang dan tidak ada yang berkurang.
Berikut susunan personel berdasarkan keterangan Koko:
- Line up 1 (2021): Vocal Vina; Gitar Ariez; Gitar Awan; Bass Koko Grindcrots; Keyboard Gia; Drum Yusuf.
- Line up 2 (2022–pertengahan 2025): Vocal Anis; Gitar Ariez; Gitar Awan; Bass Koko Grindcrots; Keyboard Gia; Drum Yusuf.
- Line up 3 (sekarang): Vocal Fieka; Gitar Ariez; Gitar Awan; Bass Koko Grindcrots; Keyboard Gia; Drum Yusuf.
Perubahan hanya terjadi di posisi vokal, sementara instrumen lain tetap dijaga agar karakter musik tidak bergeser.
“Minoritas” yang Tetap Menulis, Bukan Meniru
Koko menyebut musik gothic yang dimainkan ROH termasuk minoritas, sekaligus ia posisikan sebagai underground karena tidak semua telinga akrab dengan haluan keras. Meski begitu, ia menolak gagasan bahwa karya harus mengikuti selera massa agar dianggap berhasil.
“Enggak takut saat karya-karyanya tidak banyak yang menikmati,” ucapnya, sambil menegaskan tiap orang menilai karya dengan pikirannya sendiri. Bagi ROH, jika ada yang mendengar dan menyukai, itu bonus; jika belum, mereka memilih memperbaiki materi, bukan mengganti identitas.
Sikap itu terlihat juga ketika mereka manggung. Koko mengaku ROH sering tampil di kafe, tetapi tidak memandang venue harus mewah, karena mereka mengusung pola gerilya dari nol.
Menolak Cover, Menabung Lagu
Di tengah budaya panggung kafe yang sering menuntut lagu-lagu populer, ROH memilih jalur berisiko: menonjolkan karya sendiri dan menahan diri dari cover. Koko menegaskan, sampai saat ini mereka belum memainkan cover di kafe-kafe dan tetap membawa karya orisinal sebagai genre gothic yang mereka pegang.
Dalam perjalanan kreatif, ROH sudah memiliki sembilan lagu dan menargetkan menjadi 10 lagu untuk direncanakan launching 8 Februari 2026. Daftar lagu yang disebut dalam wawancara meliputi: Pancaran Hati, Keabadian, Ingkar, Ampunan, Dua Dunia, Kemarahan/Amarah, Hilang Arah, Tetap Berdiri, serta judul lain yang disebut seperti Simfoni dan Perdamaian.
Koko menyebut lagu pertama adalah “Pancaran Hati” yang dibuat pada 2022. Di tahun yang sama, ROH juga menulis “Ingkar” dan “Keabadian”, lalu menyusul “Ampunan” dalam rentang bulan yang berbeda. Setelah itu proses sempat melambat karena kesibukan ekonomi tiap personel, sebelum kembali fokus sejak Agustus dan menambah materi baru seperti “Amarah”, “Tetap Berdiri”, “Hilang Arah”, dan “Dua Dunia”.
Untuk sisi emosional, Koko menyebut “Ampunan” dan “Dua Dunia” paling berkesan karena berkaitan dengan pengalaman pribadi. Ia juga menyebut ada dua lagu yang ingin paling ditonjolkan: “Keabadian” dan “Amarah”.
ROH tidak hanya bermain di kota asalnya. Koko menyebut mereka pernah tampil di Blora, Purworejo, Purwokerto, serta sejumlah kabupaten tetangga.
Salah satu momen awal yang disebut adalah ketika band baru terbentuk dan langsung mendapat tawaran tampil di acara Jungle Beat di Wonosobo. Dalam cerita Koko, di fase perdana itu mereka sempat sekali membawakan cover, lalu setelahnya kembali meneguhkan jalur orisinal.
Kurasi Musik yang Tak Terpikirkan
Bagi ROH, pengakuan tidak selalu datang dari panggung besar. Koko mengaku mereka tidak pernah membayangkan bakal dilibatkan dalam Kurasi Musik Wonosobo, Minggu (28/12/2025) kemarin, karena merasa musik mereka cenderung niche dan didengar kalangan terbatas.
Namun tim kurasi disebut mendekat dan memberi ruang, yang bagi ROH menjadi kebanggaan sekaligus pemicu semangat baru. Koko mengatakan masukan tim kurator sangat support dan membuat band lebih berani menatap langkah ke depan.
Targetnya publik umum, jalurnya digital
Selama ini, Koko menyebut basis penikmat ROH banyak datang dari komunitas karena band ini lahir dari komunitas. Meski demikian, target mereka bergerak ke ranah yang lebih luas, agar musik “gothic wonosobo” bisa didengar masyarakat umum.
Untuk distribusi, Koko menyebut kanal digital yang bisa diakses pendengar: YouTube (radian of heart), Instagram (radian of heart), dan Spotify (cukup ketik “radian of heart”). TikTok belum digarap karena mereka mengaku belum memiliki tim khusus untuk platform tersebut, tetapi ada rencana menyusul.
Pesan untuk musisi Wonosobo
Di luar cerita band, Koko menyelipkan pesan yang lebih luas untuk skena lokal. Ia berharap musisi di Wonosobo tetap semangat berkarya dan menjaga konsistensi, karena faktor itulah yang menurutnya membuat sebuah band bertahan melewati perubahan zaman dan selera.

