Wonosobo, satumenitnews.com – Pemerintah Kabupaten Wonosobo bersama masyarakat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) menggelar prosesi Bedhol Kedhaton, Rabu (23/07/2025), sebagai rangkaian peringatan Hari Jadi ke-200 Kabupaten Wonosobo. Prosesi ini menjadi simbol sejarah perpindahan pusat pemerintahan dari Plobangan ke Wonosobo saat ini.
Dari Tuk Sampang Menuju Pendopo: Napak Tilas Spiritual Leluhur
Bedhol Kedhaton dimulai dari pengambilan Tirta Perwitosari, air suci yang diambil dari mata air Tuk Sampang, Desa Plobangan, oleh para sesepuh desa. Setelahnya, dilakukan ziarah ke Makam Ki Ageng Wanasaba, tokoh utama dalam sejarah awal Wonosobo. Rangkaian ziarah ini diisi dengan doa bersama dan tabur bunga yang dipimpin langsung oleh Bupati Wonosobo, Forkompimda, serta jajaran OPD.
Selain air suci, Bantolo atau tanah sakral dari sisi selatan makam juga diambil oleh tetua desa sebagai bagian dari ritual. Air dan tanah ini kemudian disatukan dan akan diarak malam harinya ke Pendopo Kabupaten melalui prosesi kirab.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo, Agus Wibowo, menjelaskan bahwa prosesi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah dan perpindahan pusat pemerintahan. “Dirangkaian ini ada prosesi pengambilan tanah dari makam Kyai Ageng Wanasaba yang dibarengkan dengan gelar budaya Kecamatan Selomerto,” ujar Agus.
Ki Ageng Wanasaba: Ulama dan Leluhur Wonosobo
Dalam prosesi ziarah, dibacakan pula riwayat Ki Ageng Wanasaba atau Kyai Ageng Ngabdullah, yang dikenal sebagai sosok pemimpin karismatik sekaligus penyebar Islam di wilayah Wonosobo. Ia adalah kakak kandung Nyai Ageng Ngerang dan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit.
Ki Ageng Wanasaba juga dikenal sebagai tokoh yang banyak melakukan perjalanan spiritual dan dakwah ke berbagai wilayah, sehingga dimuliakan sebagai waliyullah oleh masyarakat sekitar.
Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, menyampaikan bahwa upacara adat ini bukan sekadar tradisi tahunan, namun menjadi bentuk penghormatan terhadap jasa para leluhur. “Sebagai pewaris atas hasil perjuangannya, kita wajib menjaga dan meneruskan nilai-nilai luhur melalui perilaku yang berbudaya dan bermanfaat bagi sesama,” ucap Afif.
Afif juga menekankan pentingnya mewariskan kearifan lokal kepada generasi muda. “Saya mengajak agar budaya tradisional asli Wonosobo dijaga, dilestarikan, dan diwariskan kepada generasi muda. Harapannya mereka mampu memahami, membangun jati diri, dan tidak meninggalkan akar budayanya,” tuturnya.
Kirab Tapa Bisu dan Birat Sengkala
Menjelang malam, prosesi berlanjut dengan kirab pusaka dari Plobangan menuju Balai Kabupaten Wonosobo. Air suci Tirta Perwitosari, tanah Bantolo, Songsong Agung, dan Tombak Katentreman diarak dalam formasi Tapa Bisu. Kirab ini berlangsung mulai pukul 18.30 WIB hingga 20.30 WIB dengan rute utama melewati Hongoderpo ke Pendopo Kabupaten. Seluruh peserta menggunakan pakaian adat Jawa dan membawa obor sebagai penerang.
“Pusaka terlebih dahulu akan diarak dari Hongoderpo ke Pendopo sekitar pukul 19.00 WIB, kemudian dilanjutkan doa lintas agama atau Hastungkara sekitar pukul 21.15 WIB,” imbuh Agus Wibowo.
Setelah doa bersama, prosesi dilanjutkan dengan Birat Sengkala, yakni pencampuran air suci dan tanah di Paseban Timur. Tradisi ini dipercaya memiliki makna spiritual untuk membalikkan energi negatif seperti bencana dan rintangan pembangunan, serta menjadi penanda transformasi Wonosobo menuju masa depan.
Warisan Budaya sebagai Kekuatan Pembangunan
Afif Nurhidayat menekankan bahwa prosesi Bedhol Kedhaton mencerminkan nilai-nilai historis dan spiritual masyarakat Wonosobo yang harus tetap dirawat. Ia menilai, dua abad Wonosobo adalah momentum penting dalam meneguhkan komitmen budaya sebagai fondasi pembangunan.
“Salah satu bentuk penghormatan terhadap sejarah dan kearifan lokal adalah melalui upacara adat Bedhol Kedhaton yang menjadi bagian sakral peringatan Hari Jadi,” jelas Afif.
Afif juga menyampaikan bahwa tema Hari Jadi ke-200 “Dwi Abad Wonosobo: Kukuh ing Tembayatan, Unggul ing Samukawis, Tumuju Wonosobo Raharjo, Adil, lan Makmur” menjadi dasar sinergi antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan daerah yang adil, berbudaya, dan sejahtera.
“Seni budaya sebagai karakter diri bangsa, perlunya dijaga kelestarian dan keanekaragaman-nya supaya tidak punah. Mari kita rayakan dua abad Wonosobo dengan penuh kebanggaan dan tekad yang kuat,” pungkasnya.