Home » Kontroversi Putusan MK 114PUU-XXIII2025: Peran Polri Aktif dalam Jabatan Sipil Dipertanyakan

Kontroversi Putusan MK 114PUU-XXIII2025: Peran Polri Aktif dalam Jabatan Sipil Dipertanyakan

by Manjie
Listen to this article

satumenitnews.com – Putusan MK 114PUU-XXIII2025 menjadi sorotan publik karena menyatakan penugasan anggota Polri aktif ke jabatan sipil bertentangan dengan konstitusi. Namun, apakah larangan ini sudah tepat mengingat banyak regulasi yang justru mengatur keterlibatan Polri aktif dalam berbagai tugas sipil strategis? Pakar hukum Panji Mugiyatno, S.H., M.Kn., CTA, mengulas tuntas masalah ini berdasarkan analisis hukum dan konstitusional.

Apa yang Menjadi Pokok Putusan MK 114PUU-XXIII2025?

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan prinsip supremasi sipil atau civil supremacy dengan melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil di berbagai instansi. Putusan ini muncul di tengah perdebatan soal batas kewenangan dan struktur kelembagaan negara Indonesia yang sedang berkembang.

Mengapa Putusan Ini Menjadi Kontroversi?

Menurut Panji Mugiyatno, Polri adalah institusi sipil yang tugasnya diatur jelas dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Polri bukan bagian militer, tapi alat negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Banyak regulasi sektoral, seperti UU Narkotika, UU KPK, UU Terorisme, dan UU tentang Pilkada, malah mengharuskan penempatan anggota Polri aktif di instansi sipil tertentu. Larangan mutlak berpotensi menyebabkan kekosongan kapasitas dan gangguan koordinasi di lembaga penegak hukum.

Bagaimana Kerangka Hukum yang Memungkinkan Penugasan Polri Aktif?

Norma utama adalah Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang membolehkan anggota Polri ditugaskan di luar organisasi Polri sesuai peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kapolri mengatur mekanisme detasering dan mutasi anggota Polri ke jabatan di instansi sipil dengan tujuan memenuhi kebutuhan kompetensi teknis penegakan hukum.

Apa Risiko Jika Penugasan Polri Aktif Dilarang Total?

Larangan ini berpotensi menimbulkan beberapa dampak serius:

  • Hilangnya keahlian teknis dan pengalaman operasional penting dalam penanganan kasus narkotika, korupsi, terorisme, dan kejahatan lintas negara.
  • Gangguan koordinasi antar-lembaga penegakan hukum yang selama ini berjalan sinergis.
  • Melemahnya efektivitas pemberantasan kejahatan serius yang membutuhkan kehadiran penyidik berpengalaman dari Polri aktif.

Apa Analisis Hukum Terhadap Putusan MK ini?

Mugiyatno menilai putusan MK 114/PUU-XXIII/2025 kurang tepat karena:

  • Salah mengkategorikan Polri sebagai militer, padahal civil supremacy relevan untuk militer, bukan Polri.
  • Tidak menghitung peran penting regulasi sektoral yang mengharuskan keterlibatan Polri aktif.
  • Mengabaikan dampak sistemik terhadap efektivitas penegakan hukum nasional.

Apa Solusi yang Direkomendasikan?

Daripada pelarangan total, solusi terbaik adalah pembatasan proporsional, seperti:

  • Menyusun daftar jabatan tertentu yang bisa diisi Polri aktif.
  • Memperketat pengawasan independen.
  • Membatasi masa tugas penempatan.
  • Menjamin akuntabilitas publik.

Pendekatan ini dianggap lebih realistis dalam menjaga prinsip supremasi sipil sekaligus mempertahankan efektivitas lembaga penegak hukum.

Artikel ini berdasarkan kajian Panji Mugiyatno, S.H., M.Kn., CTA, praktisi hukum dan kebijakan publik yang menganalisis hasil putusan MK 114PUU-XXIII/2025 dari perspektif hukum konstitusi dan kebutuhan nasional.

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy