Wonosobo, satumenitnews.com – Priyo, petani asal Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, sudah delapan tahun menggeluti budidaya edamame. Sebelumnya, ia hanya menanam cabai dan tomat. Namun karena harga jual hasil panen yang tidak menentu, ia memilih mencoba menanam edamame melalui sistem kemitraan. Keputusan itu menjadi titik balik dalam perjalanan pertaniannya.
“Dulu nanam sayur biasa, Mas. Tapi harga jualnya naik turun, sering nggak balik modal. Akhirnya saya coba tanam edamame. Ternyata hasilnya bagus dan stabil,” kata Priyo saat ditemui di lahan pertaniannya di Kalikajar, 15/05/2025.
Edamame Jadi Solusi di Tengah Ketidakpastian Harga Sayur
Saran dari seorang teman membawanya pada keputusan mencoba tanaman yang belum banyak dikenal petani lokal waktu itu. Edamame, kedelai muda yang biasa disajikan sebagai camilan sehat, ternyata punya nilai jual tinggi. Kini, Priyo memasok hasil panennya langsung ke pabrik melalui mekanisme kemitraan.
Harga edamame yang ia tanam saat ini berkisar antara Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram, angka yang menurutnya cukup menjanjikan dibanding harga sayur lain yang sering jatuh.
Sistem Kemitraan: Petani Siapkan Lahan, Pabrik Sediakan Sarana Produksi
Dalam skema kemitraan, petani seperti Priyo hanya bertugas menyiapkan lahan dan tenaga kerja. Sementara kebutuhan produksi mulai dari benih, pestisida, hingga pupuk disediakan oleh pihak pabrik. Sistem ini dinilai sangat membantu terutama saat petani mengalami keterbatasan modal.
“Dua tahun lalu pupuk susah, pabrik bantu pinjamkan. Sekarang pupuk agak mudah didapatkan, jadi kami beli sendiri di toko lokal,” ujarnya.
Selain bantuan sarana produksi, petani juga mendapat pendampingan teknis dari mitra perusahaan yang berada di daerah Temanggung, ia menyebut peran mereka sangat besar dalam keberlangsungan usaha tani edamame di Kalikajar.
Hasil Panen Disetor Langsung ke Pabrik
Setelah masa tanam selesai, edamame dipanen dan langsung disetorkan ke pabrik. Petani tidak perlu repot mencari pasar sendiri, karena pabrik sudah menjamin penyerapan hasil.
“Kalau sudah panen, langsung setor. Harga sudah ditentukan sebelumnya, jadi lebih pasti,” terang Priyo.
Dengan pola seperti ini, petani merasa lebih tenang. Tidak ada lagi kekhawatiran soal harga yang jatuh karena over supply, atau produk yang tidak laku dijual di pasar tradisional.