Pabrik Pupuk Tua Jadi Biang Boros? Perpres 113/2025 Dibuka, Zulhas Bicara HET dan Tujuh Pabrik Baru

Listen to this article

Magelang, satumenitnews.com – Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan aturan ini dirancang untuk memperbaiki efisiensi industri pupuk nasional, terutama setelah evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti potensi inefisiensi dalam rantai pengadaan hingga produksi.

Zulhas menyebut, Perpres 113/2025 lahir dari rangkaian evaluasi dan kajian yang bergulir sejak temuan BPK. “Awalnya dari BPK, kemudian ditindaklanjuti oleh Pupuk Indonesia melalui sejumlah kajian, dan diusulkan ke Pemerintah. Bapak Presiden setuju, maka keluarlah Perpres 113,” ujar Zulhas, Jumat (19/12/2025).

Apa yang berubah dari Perpres 113/2025

Perpres 113/2025 menjadi penyempurnaan dari Perpres Nomor 6 Tahun 2025. Perubahan paling menonjol berada pada skema pembayaran pengadaan bahan baku pupuk bersubsidi yang kini dapat direalisasikan Pemerintah di awal, sebelum proses produksi dan penyaluran berjalan, dengan syarat melewati proses reviu BPK.

Skema ini mengubah beban biaya yang selama ini ditanggung perusahaan. Dalam praktik sebelumnya, Pupuk Indonesia kerap menutup kebutuhan modal kerja untuk bahan baku terlebih dahulu, lalu menunggu mekanisme penggantian atau pencairan subsidi.

Dengan Perpres baru, Zulhas mengatakan, perusahaan tidak perlu lagi menanggung bunga pembiayaan modal kerja. “Subsidinya tetap. Dengan keluarnya Perpres 113, subsidinya bisa digunakan terlebih dahulu atau di awal sehingga tidak perlu membayar bunga, eman lah!” tegasnya.

Mengapa isu pabrik pupuk ikut disorot

Selain soal skema pembayaran, Zulhas menautkan efisiensi industri dengan kondisi pabrik pupuk yang dinilai menua. Ia menyebut beberapa fasilitas produksi berusia puluhan tahun dan membutuhkan pembaruan agar biaya produksi bisa ditekan.

“Pabrik pupuk sudah tua-tua. Ada yang sudah berumur 50 tahun. Makanya harus diganti yang baru agar bisa lebih efisien. Sehingga harga bisa lebih murah, dan petani yang akan menikmati manfaatnya,” kata Zulhas.

Menurutnya, modernisasi pabrik pupuk bukan sekadar agenda korporasi, tetapi bagian dari strategi ketahanan pangan. Jika biaya produksi menurun, ruang fiskal dan operasional bisa lebih longgar untuk menjaga pasokan, mutu, dan ketepatan distribusi.

Efisiensi dikaitkan dengan HET dan prinsip 7 Tepat

Zulhas menyampaikan Perpres 113/2025 tetap menempatkan penyaluran pupuk bersubsidi pada prinsip 7 Tepat: tepat sasaran, tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat mutu.

Ia juga meyakini efisiensi yang meningkat dapat berdampak pada Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Pemerintah, kata dia, mendorong agar manfaat efisiensi tidak berhenti di neraca perusahaan, tetapi sampai pada petani melalui harga yang lebih rasional dan layanan distribusi yang lebih tertib.

Di sisi lain, ia menggarisbawahi bahwa perubahan mekanisme pembayaran di awal juga membuat proses pengadaan bahan baku dan produksi lebih sejalan dengan ketentuan serta rekomendasi BPK. Pemerintah ingin menutup celah pemborosan sekaligus memperkuat akuntabilitas.

Pupuk Indonesia: Perpres jadi ruang gerak untuk menekan biaya

Di lokasi yang sama, Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebut 2025 sebagai tahun yang banyak mencatat perubahan kebijakan pupuk, khususnya dari sisi distribusi dan efisiensi.

Rahmad mengatakan, perubahan kebijakan distribusi membuat petani di seluruh Indonesia dapat menebus pupuk bersubsidi per 1 Januari. Langkah itu, menurut dia, terkait dengan penataan sistem agar ketersediaan pupuk lebih konsisten sejak awal tahun tanam.

Ia juga menyinggung dampak Perpres 6/2025 yang lebih dulu terbit. “Kemudian dengan terbitnya Perpres 6/2025 memberikan ruang kepada Pupuk Indonesia untuk lebih efisien. Sehingga efisiensi itulah kita persembahkan kepada petani dalam bentuk diskon Harga Eceran Tertinggi (HET) 20 persen,” ujarnya.

Rahmad menilai terbitnya Perpres 113/2025 memperkuat jalur efisiensi karena skema subsidi di awal menekan biaya bunga dan memperlancar siklus pengadaan bahan baku. Dengan biaya yang lebih terkendali, perusahaan bisa mengarahkan belanja modal dan peremajaan infrastruktur secara lebih terencana, termasuk agenda pabrik pupuk baru yang disebut pemerintah.

Rekomendasi BPK jadi rujukan tata kelola

Rahmad juga menyatakan Pupuk Indonesia berkomitmen menjalankan rekomendasi BPK yang tercantum dalam IHPS I 2025, dengan periode pemeriksaan tahun 2022 hingga Semester I 2024. Ia menyebut rekomendasi tersebut sebagai masukan untuk memperkuat tata kelola dan memastikan kontribusi perusahaan terhadap ketahanan pangan tetap optimal.

Pernyataan itu sekaligus menegaskan posisi Perpres 113/2025 sebagai payung kebijakan yang tidak hanya menata arus subsidi, tetapi juga mengunci proses agar tetap bisa diaudit, ditelusuri, dan diukur manfaatnya bagi petani.

Related posts

Kebijakan Baru: Zulhas Pastikan Efisiensi Industri Pupuk, HET Turun dan Pabrik Baru Siap Dibangun

Jalur Ilegal ke Kamboja Gagal, Warga Sapuran Nyaris Jadi Korban TPPO

Aksi Hijau di Tanah Rawan Longsor, Reboisasi Wonosobo Dipacu untuk Jaga Ekologi dan Ekonomi

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Read More