Hari Disabilitas 2025 Wonosobo: Seremoni atau Uji Nyali Layanan Publik?

Listen to this article

Wonosobo, satumenitnews.com — Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2025 tingkat Kabupaten Wonosobo digelar di Aula Kantor Kecamatan Garung, Rabu (3/12/2025). Kegiatan ini tidak diposisikan sekadar seremoni tahunan, tetapi dijadikan ruang refleksi sekaligus komitmen lintas pihak untuk mendorong layanan publik yang inklusif.

Seremoni yang Diuji: Inklusi Nyata atau Sekadar Simbol?

Acara peringatan hari disabilitas di Garung menghadirkan pemerintah kecamatan, organisasi penyandang disabilitas, serta unsur terkait yang terlibat dalam layanan publik. Fokus pembahasannya menyorot akses setara bagi penyandang disabilitas di berbagai sektor, mulai pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga pelayanan administrasi.

Camat Garung, Priyo Cahyono, mengatakan peringatan HDI harus memperluas cara pandang masyarakat tentang keberadaan penyandang disabilitas. Ia menilai perjalanan hidup penyandang disabilitas sering penuh tantangan, sehingga dukungan tidak boleh berhenti di momentum acara.

“Kami berkomitmen untuk terus memperkuat pelayanan publik yang ramah disabilitas serta membuka ruang partisipasi yang lebih luas. Peringatan ini bukan hanya acara seremonial, tetapi pengingat agar semangat perjuangan saudara-saudara kita penyandang disabilitas terus diberi ruang dan dukungan,” ujar Priyo dalam sambutannya.

Priyo juga menyampaikan, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri saat berbicara tentang aksesibilitas. Ia mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, organisasi, komunitas, dan masyarakat umum agar kesadaran kolektif terbentuk dan berdampak ke perubahan nyata di lapangan.

Menurutnya, lingkungan yang aman, nyaman, dan inklusif perlu dibangun melalui kebiasaan sehari-hari, bukan hanya saat ada peringatan hari disabilitas. Ia menekankan, layanan publik yang adil mesti terasa di ruang-ruang yang paling dekat dengan warga, seperti kantor kecamatan, puskesmas, sekolah, hingga fasilitas umum.

IDW: Regulasi Sudah Ada, Tantangannya Implementasi

Ketua Ikatan Disabilitas Wonosobo (IDW), Syaifurrohman, mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang telah memiliki regulasi untuk mengakomodasi hak penyandang disabilitas. Ia menyinggung payung hukum yang menjadi dasar pemenuhan hak, antara lain UU Nomor 8 Tahun 2016 dan Perda Kabupaten Wonosobo Nomor 1 Tahun 2015.

Syaifurrohman menjelaskan, regulasi tersebut semestinya diterjemahkan ke tindakan konkret, terutama dalam penyediaan fasilitas publik yang ramah dan mudah digunakan semua kalangan. Ia mengingatkan bahwa penyandang disabilitas tidak berasal dari satu latar belakang yang sama.

“Fasilitas publik harus didesain agar dapat digunakan semua kalangan. Penyandang disabilitas datang dari berbagai latar belakang dari kecelakaan, penyakit, hingga faktor usia. Mereka membutuhkan ruang yang aman dan inklusif,” jelasnya.

Ia juga membeberkan gambaran data di lapangan yang menurutnya perlu menjadi perhatian bersama. Syaifurrohman mencatat terdapat hampir seribu anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah formal, serta lebih dari 4.000 penyandang disabilitas yang tercatat pada bidang sosial.

Angka itu, kata dia, menuntut pola layanan yang lebih rapi, lebih responsif, dan tidak bertumpu pada pendekatan karitatif semata. Ia menyebut bantuan instan seperti sembako atau bantuan tunai sering tidak menyentuh akar persoalan kemandirian.

Pemberdayaan Disabilitas: Bukan Sembako, tetapi Keterampilan

Dalam forum peringatan hari disabilitas tersebut, IDW menekankan pemberdayaan yang berorientasi pada kemandirian. Syaifurrohman mendorong pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan sebagai jalur yang lebih adil, karena membuka kesempatan kerja dan ruang produktif bagi penyandang disabilitas.

Ia menyebut pendekatan humanis juga menentukan keberhasilan program. Pemerintah dan masyarakat, menurutnya, perlu hadir melalui cara yang sederhana tetapi berdampak: menyapa, mendengar, lalu memahami kebutuhan spesifik tiap individu.

“Kami berharap perhatian pemerintah diberikan melalui pendekatan humanis menyapa, mendengar, memahami kebutuhan mereka agar mereka dapat tumbuh mandiri dan percaya diri,” imbuhnya.

Pernyataan itu sejalan dengan semangat acara yang menempatkan penyandang disabilitas sebagai subjek pembangunan. Dalam konteks layanan publik, kebutuhan aksesibilitas dapat muncul dalam bentuk yang sangat teknis, seperti jalur landai, penanda ruang, pelayanan antrean yang adaptif, hingga mekanisme informasi yang mudah dipahami.

LIDI Kebencanaan Dikukuhkan, Disabilitas Didorong Ikut dalam Siklus Bencana

Pada kesempatan yang sama, panitia juga menggelar pengukuhan Layanan Inklusif Disabilitas (LIDI) Penanggulangan Bencana. Program ini diposisikan sebagai langkah strategis untuk memastikan partisipasi aktif sekaligus perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh siklus manajemen bencana.

Pengukuhan LIDI dilakukan oleh Kepala BPBD Kabupaten Wonosobo. Melalui program itu, pemerintah daerah ingin mengarusutamakan inklusi dalam kebijakan dan penanganan kebencanaan, termasuk saat mitigasi, kesiapsiagaan, respons darurat, hingga pemulihan.

Dalam konteks Wonosobo yang memiliki kerentanan bencana di sejumlah wilayah, penguatan LIDI dinilai relevan karena kelompok rentan kerap menghadapi hambatan saat evakuasi dan akses informasi. Inisiatif ini diharapkan mendorong skema kebencanaan yang melibatkan penyandang disabilitas, bukan menempatkan mereka hanya sebagai penerima bantuan.

Related posts

Kwadungan Ditunjuk Jadi Percontohan, Kalikajar Sedang Menguji Seriusnya Desa Wisata?

Pengamanan Nataru 2025 di Wonosobo Diperketat, Bupati Afif Ingatkan Jangan Sampai Salah Jalur ke Dieng!

Sinergi Media dan Pemerintah Desa, Jembatan Baru Pembangunan Wonosobo

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Read More