Wonosobo, satumenitnews.com — Acara Nonton Bareng & Diskusi Film dengan tema “Pesta Oligarki” berlangsung di Kedai Kopi Rakyat Indonesia, Kalibeber, Wonosobo. Acara ini diselenggarakan oleh berbagai kelompok mahasiswa dan komunitas literasi seperti Lapak Baca Wonosobo, BEM, Aksara Literasi, dan didukung media partner lokal.
Menghadirkan 27 peserta, acara tersebut menjadi forum diskusi penting untuk mengupas realitas oligarki dalam sistem demokrasi Indonesia.
Film Pesta Oligarki yang diputar menyoroti pengaruh oligarki dalam proses pemilihan umum (pemilu). Peserta acara, yang terdiri dari mahasiswa, petani, dan ibu rumah tangga, terlibat aktif dalam diskusi yang berlangsung setelah penayangan.
Dua narasumber utama, Haikal Fatih (petani kentang) dan Puput Novita (ibu rumah tangga), menyampaikan perspektif mereka terkait dampak oligarki terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. Diskusi dipandu oleh Syifaun Naja, seorang mahasiswa yang aktif di berbagai kegiatan literasi dan politik kampus.
Dominasi Oligarki dalam Pemilu
Salah satu poin utama yang dibahas dalam diskusi adalah bagaimana oligarki memengaruhi jalannya pemilu di Indonesia. Menurut Haikal Fatih, dominasi segelintir elit dalam politik membuat rakyat hanya menjadi penonton dalam proses demokrasi.
“Pemilu seolah-olah pesta besar, tapi nyatanya hanya untuk segelintir orang. Masyarakat biasa seperti kita hanya disuruh ikut meramaikan, tapi tidak benar-benar terlibat,” ungkapnya.
Pandangan Haikal ini diamini oleh Puput Novita yang melihat realitas serupa di lingkungan sekitarnya.
“Kami, para ibu rumah tangga, sering kali hanya dijadikan alat untuk mendukung kandidat tertentu tanpa tahu apa dampak kebijakan mereka bagi kehidupan kami sehari-hari,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa oligarki politik telah mempersempit ruang gerak masyarakat dalam berpartisipasi secara aktif dan kritis.
Sementara Anang Bayu, perwakilan BEM Unsiq yang turut hadir dalam diskusi, menyampaikan kekhawatirannya terhadap rendahnya kesadaran politik di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum.
Menurutnya, pemilu sering kali dimanfaatkan oleh oligarki, sementara mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubahan, justru banyak yang apatis.
“Mahasiswa dan masyarakat harus lebih peka terhadap isu oligarki ini. Kita tidak bisa terus membiarkan segelintir orang menguasai proses demokrasi. Kesadaran politik harus dibangkitkan agar kita bisa lebih kritis dan berani mengambil sikap,” kata Anang dengan penuh semangat.
Meski begitu, Anang juga menyoroti adanya minat yang besar di kalangan mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi politik.
Kegiatan seperti Lapak Baca, Aksara Literasi, dan berbagai organisasi kampus lainnya menjadi platform penting bagi mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mereka tentang isu politik dan sosial yang sedang berkembang.
Politik Alternatif sebagai Solusi
Disisi lain Sohibul Hikam, seorang mahasiswa Ilmu Politik dan anggota PMII, turut menyampaikan pandangannya terkait fenomena oligarki dalam pemilu. Ia setuju bahwa rakyat sering kali hanya menjadi penonton dalam pesta demokrasi yang dikendalikan oleh kelompok elit.
Namun, ia juga menekankan pentingnya kesadaran bersama untuk melawan dominasi oligarki melalui politik alternatif.
“Politik alternatif harus menjadi jalan keluar dari dominasi oligarki. Kita harus menciptakan ruang di mana masyarakat bisa benar-benar berpartisipasi, bukan hanya menjadi alat bagi kepentingan segelintir elit,” tegas Sohibul.
Ia berharap lebih banyak mahasiswa dan generasi muda yang terlibat aktif dalam politik, tidak hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai pelaku perubahan.
Acara yang dimoderatori dengan baik oleh Syifaun Naja selama 2 jam lebih ini berhasil membuka ruang dialog yang sehat, dengan berbagai perspektif yang dibagikan oleh narasumber dan peserta.