satumenitnews.com – Sudah delapan bulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bergulir di berbagai daerah di Indonesia. Namun, program andalan Presiden Prabowo Subianto itu justru menuai persoalan serius. Laporan terbaru dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat lebih dari 4.000 siswa menjadi korban keracunan sejak program ini berjalan.
Data tersebut mencakup siswa dari jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Sejumlah daerah tercatat mengalami kasus serupa, mulai dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, hingga Bogor, Jawa Barat.
Kasus Keracunan Terjadi di Berbagai Daerah
Di Kupang, 140 siswa SMP Negeri 8 Kupang harus dilarikan ke rumah sakit pada 22 Juli 2025 setelah mengonsumsi menu MBG. Gejala yang dialami antara lain mual, muntah, dan diare.
Sementara di Bogor, 210 siswa dari berbagai jenjang juga mengalami gejala serupa. Dari jumlah itu, 22 siswa menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Hasil pemeriksaan laboratorium oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah menemukan bahwa menu MBG saat itu terkontaminasi bakteri Escherichia coli (E. coli) dan Salmonella.
Dosen UMS Minta Pemerintah Lakukan Evaluasi
Dosen Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Pramudya Kurnia, S.T.P., M.Agr., menilai kasus keracunan MBG harus menjadi perhatian serius. Ia meminta pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG, terutama dalam aspek keamanan pangan.
“Kalau bisa dinas kesehatan hadir di SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) untuk mengevaluasi, kemudian memberikan rekomendasi,” ujar Pramudya, Kamis (18/9/2025), dikutip dari laman resmi ums.ac.id.
Menurutnya, minimnya pengawasan sistem pangan massal menjadi penyebab utama terjadinya kasus berulang. Ia menekankan perlunya audit bahan baku dan vendor, pelatihan serta sertifikasi tenaga dapur, hingga penerapan standar proses produksi dan distribusi yang ketat.
“Pelatihan higienitas dan keamanan pangan wajib dilakukan. Juga penerapan checklist bahan baku makanan dan harus memperhatikan tanggal kadaluarsa bahan baku,” tegasnya.
Penyebab Utama Keracunan MBG
Kasus keracunan MBG yang menimpa ribuan siswa selama delapan bulan terakhir, menurut Pramudya, disebabkan oleh berbagai faktor mikrobiologis dan kimiawi.
Pertama, adanya cemaran mikrobiologis selama proses produksi, mulai dari panen bahan makanan, distribusi ke dapur MBG, hingga penyajian kepada siswa. “Cemaran itu bisa ada di semua produk. Terutama memang yang paling cepat kena itu biasanya produk-produk hewani,” jelasnya.
Produk hewani seperti ayam, sapi, dan ikan memiliki kandungan air dan protein tinggi yang mudah menjadi tempat tumbuh mikroorganisme. Selain itu, cemaran kimia juga berpotensi muncul akibat pestisida pada sayuran dan buah atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak tepat.
Faktor lain yang turut berperan adalah proses pengolahan dan penyimpanan bahan makanan yang tidak sesuai prosedur. Alat masak yang tidak steril, air tercemar, serta penyimpanan bahan yang asal-asalan turut menurunkan kualitas makanan.
Pramudya juga menyoroti jarak waktu antara pengolahan hingga penyajian. Dalam praktiknya, banyak dapur MBG menyiapkan makanan sejak dini hari, padahal baru dikonsumsi siang hari.
“Seingat saya Badan Gizi Nasional sudah memberi aturan maksimal empat jam antara selesai masak sampai dikonsumsi,” ujarnya.
Langkah Pencegahan Agar Tidak Terulang
Agar kasus serupa tidak kembali terjadi, Pramudya mendorong SPPG dan BGN memperketat sistem pengawasan di seluruh tahapan rantai pasok.
Ia menyarankan agar bahan baku dipisahkan berdasarkan jenisnya sejak diterima di dapur MBG. “Bahan-bahan segar seperti daging harus dipisah dengan bahan lainnya,” katanya.
Dalam proses memasak, juru masak juga perlu memastikan menu matang sempurna dan bebas mikroba. Selain itu, pengemasan makanan tidak boleh terburu-buru. Menu MBG sebaiknya didiamkan hingga suhunya turun sebelum ditutup, karena wadah yang ditutup saat panas dapat memicu makanan cepat basi.
“Proses distribusi dari SPPG ke sekolah-sekolah juga harus dipastikan agar tidak boleh lebih dari 30 menit,” tambah Pramudya.
Program MBG digadang-gadang sebagai investasi jangka panjang sumber daya manusia Indonesia, dengan alokasi 44,2 persen anggaran pendidikan tahun 2026. Namun, tanpa evaluasi serius dan penerapan standar keamanan pangan yang ketat, tujuan luhur program ini berisiko tergerus oleh lemahnya pengawasan di lapangan.