Home » Fakta di Balik Permintaan Warga Kampung Jambusari Tutup Kafe Shaka di Sapuran

Fakta di Balik Permintaan Warga Kampung Jambusari Tutup Kafe Shaka di Sapuran

Fakta dibalik peristiwa tewasnya anggota TNI di Kafe Shaka

by Manjie
Listen to this article

Wonosobo, satumenitnews.com – Aksi massa warga Kampung Jambusari, Kecamatan Kertek, yang menggeruduk Kafe Shaka di Desa Jolontoro, Kecamatan Sapuran, dipicu oleh kemarahan atas tewasnya seorang anggota TNI. Namun, di balik peristiwa itu, muncul fakta baru bahwa kafe tersebut berdiri di atas tanah aset desa dengan izin awal sebagai rumah makan atau restoran.

Warga Menuntut Penutupan Kafe

Minggu (14/9/2025), warga Jambusari meluapkan amarah setelah seorang prajurit Kodim 0707/Wonosobo, Serda Rahman Setyawan, meninggal akibat dibacok saat mencoba melerai keributan di dalam Kafe Shaka. Mereka mendatangi lokasi, merusak fasilitas, sekaligus menuntut tempat hiburan itu ditutup permanen.

Seorang warga Jolontoro berinisial KB mengungkapkan, desakan penutupan bukan baru kali ini muncul. “Demo penutupan sudah sering dilakukan warga Jolontoro. Alasannya karena kerap terjadi tindak kekerasan, mulai penembakan, penusukan, hingga perkelahian kecil yang tidak terekspos media,” ujarnya, Senin (15/9/2025).

Tak hanya dirusak, tempat ini nyaris dibakar warga jambusari pada Minggu 14 September 2025

Lahan Kafe Merupakan Aset Desa

Sementara Kepala Desa Jolontoro, Mat Ngilmun, saat di konfimasi melalui sambungan seluler memastikan bahwa lahan yang dipakai Kafe Shaka adalah benar milik desa. “Itu lahan milik desa, aset desa. Total luasnya sekitar 1.360 meter persegi, terbagi dalam beberapa blok,” jelas Ngilmun.

Baca juga :  Polsek Watumalang Salurkan 2,5 Ton Beras Murah untuk Warga

Ia menegaskan, semua blok tetap berstatus aset desa meski pengelola berbeda. Pengelolaan lahan, lanjutnya, wajib melalui izin resmi desa. “Bukan BUMDes yang mengelola, melainkan pihak ketiga. Tapi tetap harus lewat izin desa,” katanya.

Ngilmun menjelaskan, lahan tersebut mulai dikelola pihak ketiga pada 2016–2018 dengan dasar aturan perhubungan 2016. Namun, statusnya bukan sewa tahunan, melainkan hak guna serah. “Jadi tidak ada sewa tahunan, tapi bisa dikaji ulang secara berkala,” jelasnya.

Perbedaan Izin dengan Peruntukan

Kades Jolontoro menegaskan bahwa izin awal yang keluar tidak sesuai dengan kondisi lapangan. “Izin awalnya untuk rumah makan atau restoran. Tapi kenyataannya, peruntukannya berubah menjadi kafe dan karaoke,” terang Ngilmun.

Baca juga :  Kapolres Wonosobo Cek Jalur Wonosobo-Dieng, Antisipasi Kemacetan Libur Lebaran

Menurutnya, pihak desa sudah beberapa kali memberikan teguran. “Surat teguran dan bahkan surat penutupan pernah kami keluarkan bersama tokoh masyarakat,” imbuhnya.

Selain kafe, kawasan bekas pasar hewan Sapuran juga termasuk aset Desa Jolontoro. Namun hingga kini, lahan itu belum ada pengelola. Ngilmun menyebut, BUMDes yang seharusnya mengelola masih pasif.

“Sejak saya menjabat 2023, BUMDes belum aktif. Kami arahkan agar ke depan bergerak di bidang koperasi desa,” jelasnya.

You may also like

Leave a Comment