Banjarnegara, satumenitnews.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Tengah bersama Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Banjarnegara menggelar diskusi publik pada Minggu, 31 Agustus 2025. Acara ini membahas isu energi panas bumi di dataran tinggi Dieng yang selama puluhan tahun menjadi sumber listrik nasional.
Diskusi berlangsung di Gedung PCNU Banjarnegara dan dihadiri oleh Ketua PCNU Banjarnegara, perwakilan PD Muhammadiyah Banjarnegara, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPKPLH) Banjarnegara, serta Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (BPPPK) Banjarnegara.
Potensi Besar, Dampak Nyata
Ketua PCNU Banjarnegara dalam sambutannya menegaskan bahwa potensi energi di kawasan Dieng sangat luar biasa. Ia menekankan perlunya kajian mendalam agar manfaat panas bumi benar-benar dirasakan masyarakat lokal.
“Potensi energi Dieng kita yang luar biasa, perlu ada hal-hal baik disampaikan kepada masyarakat terutama warga Dieng. Energi panas bumi itu bermanfaat karena pipa-pipa besar melintasi permukiman warga. Ini perlu dikaji sejauh mana manfaatnya untuk warga,” ungkapnya.
Tema diskusi, “Potensi Energi dari Dieng untuk Siapa? Menimbang Peran dan Dampak Bagi Masyarakat”, semakin memperkuat suasana kritis. Diskusi ini diharapkan bisa menjembatani pemahaman publik mengenai keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Banjarnegara yang direncanakan terus berkembang.
Masyarakat Lokal Masih Minim Informasi
Dafiq, salah satu warga Dieng, mengungkapkan bahwa pengetahuan masyarakat lokal mengenai panas bumi justru lebih rendah dibanding masyarakat luar daerah.
“Sejak 2019, teman-teman sudah mulai belajar sekaligus melakukan edukasi ke beberapa warga. Tapi isu-isu tentang Dieng malah lebih banyak dikenal di luar kota. Warga Banjarnegara, Serayu, Banyumas, dan sekitarnya sebenarnya belum begitu paham dengan apa yang terjadi di Dieng, terutama dampak energi panas bumi atau yang biasa disebut energi hisap,” katanya.
Catatan Insiden dan Penolakan
Sejarah panjang PLTPB Dieng tidak lepas dari insiden yang menimbulkan korban jiwa. Salah satunya pada Maret 2022, kebocoran gas Hidrogen Sulfida menewaskan satu orang dan membuat beberapa warga harus menjalani perawatan intensif.
Peristiwa tersebut memicu penolakan terhadap rencana pelebaran PLTPB. Gelombang kritik datang dari berbagai kelompok masyarakat yang menilai risiko keselamatan dan kesehatan belum ditangani serius.
Herrina Indri Hastuti, Kepala DPKPLH Banjarnegara, menekankan pentingnya transparansi informasi dari pengelola panas bumi.
“Tentunya ini menjadi salah satu diskusi yang menarik. Harapannya ke depan, diskusi ini bisa membangun dan dilakukan bersama-sama antara pengelola panas bumi dengan masyarakat. Dengan begitu, persoalan-persoalan yang muncul bisa disosialisasikan lebih baik, sehingga dapat mengeliminasi kemungkinan persoalan sosial maupun lingkungan,” jelas Herrina.
Dampak Lingkungan yang Dirasakan
Dera dari WALHI Jawa Tengah menambahkan bahwa dampak panas bumi di Dieng sudah nyata dirasakan masyarakat.
“Soal lingkungan, warga sudah menyampaikan bahwa dampaknya banyak: getaran, suara bising, air menjadi asin, dan lain-lain. Tapi itu tidak dijadikan pertimbangan dalam evaluasi terhadap Geodipa. Yang selalu ditonjolkan hanya manfaat A, B, C, D. Pertanyaannya, manfaat itu untuk siapa? Sebab warga sekitar pun tidak merasakan dampak yang signifikan. Justru ini menambah konflik baru,” tegasnya.
Selain isu kesehatan dan lingkungan, masyarakat juga melaporkan adanya perubahan kualitas air serta gempa kecil yang kerap terjadi. Kondisi tersebut membuat kebutuhan akan kajian komprehensif semakin mendesak.