Wonosobo, satumenitnews.com – Puluhan desa di Kabupaten Wonosobo mendadak kehilangan kesempatan mencairkan Dana Desa Tahap II Tahun Anggaran 2025 setelah pemerintah pusat memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Regulasi anyar ini memperketat tenggat dan persyaratan pencairan dana, terutama untuk komponen non-earmark yang penggunaannya tidak ditentukan secara khusus.
Batas 17 September Jadi Penentu
PMK 81/2025 mengatur bahwa pencairan Dana Desa Tahap II non-earmark hanya bisa dilakukan jika dokumen persyaratan diterima lengkap dan benar maksimal pada 17 September 2025. Lewat dari tanggal itu, dana otomatis tidak bisa disalurkan lagi untuk tahun berjalan.
“Ketentuannya jelas, kalau melewati tanggal 17 September maka tidak bisa diproses,” ujar Siti Sri Heni Setyowati, S.P., M.M., pejabat bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa Dinas Sosial PMD Wonosobo, kepada SatumenitNews. Ia menyebut, kebijakan tersebut berlaku nasional tanpa ruang negosiasi di tingkat daerah.
Peraturan ini menggantikan sebagian isi PMK 108/2024 dan memperkenalkan pasal baru, yakni Pasal 29B, yang secara eksplisit memberi konsekuensi administratif bagi desa yang terlambat atau belum lengkap berkasnya hingga batas waktu tersebut.
86 Desa di Wonosobo Tersendat
Data Dinas Sosial PMD mencatat 86 desa di 15 kecamatan tidak bisa mencairkan Dana Desa Tahap II kategori non-earmark. Sebagian besar desa tersendat akibat berkas yang belum lengkap, lambatnya penyerapan tahap pertama, hingga kendala teknis saat pengunggahan dokumen.
Heni menuturkan, informasi resmi terkait perubahan aturan baru sampai ke pemerintah daerah menjelang akhir November, padahal sistem penyaluran sudah dikunci sejak pertengahan September. “Banyak desa baru tahu setelah cut-off lewat, jadi ruang koreksi sudah tertutup,” jelasnya.
Desa yang gagal mencairkan dana non-earmark ini kehilangan sumber anggaran pembangunan untuk sisa tahun 2025. Namun, dana earmark seperti BLT Desa masih bisa disalurkan selama memenuhi syarat tepat waktu.
Kebijakan ini menimbulkan gelombang keberatan dari kepala desa di berbagai daerah, termasuk di Wonosobo. Mereka menilai pemerintah kurang memberi waktu dan sosialisasi, terutama karena sistem pelaporan digital baru diberlakukan bersamaan dengan perubahan mekanisme penyaluran.
Menurut catatan Dinsos PMD Wonosobo, pemerintah kabupaten memilih menempuh jalur penjelasan teknis dengan memanggil perwakilan desa dan kecamatan untuk memetakan dampak kebijakan PMK 81/2025 sekaligus solusi jangka pendek yang bisa diambil.
Pemerintah Siapkan Jalan Tengah
Menanggapi kegelisahan di daerah, pemerintah pusat kemudian menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) antara tiga kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Kemendes PDTT. Dokumen ini memberi alternatif pembiayaan bagi kegiatan desa yang terlanjur menggunakan rencana dari dana non-earmark tahap II.
Beberapa opsi yang disebut dalam SEB di antaranya:
- Mengalihkan pembiayaan ke sisa dana earmark yang masih tersisa.
- Memakai dana penyertaan modal desa yang belum tersalurkan.
- Memanfaatkan efisiensi anggaran desa tahun berjalan.
- Menggunakan SiLPA 2025 untuk menutup sebagian kekurangan.
Jika seluruh opsi tidak mencukupi, pemerintah memperbolehkan pencatatan kekurangan tersebut sebagai **kewajiban tahun berikutnya**, yang dibayar melalui sumber pendapatan selain dana desa tahun 2026.
Waspada di Jalur Audit
Kepala Dinsos PMD Wonosobo, Dra. Harti, MM., mengingatkan agar desa tetap berhati-hati dalam memindahkan atau menyesuaikan sumber pembiayaan. “Setiap perubahan akan diperiksa dalam audit, jadi harus dicatat sejak awal,” ujarnya. Pemerintah daerah juga memonitor melalui SISKUDES dan sistem pengawasan terintegrasi yang terkoneksi dengan aparat penegak hukum daerah.
Langkah ini, kata Harti, penting untuk memastikan setiap transfer dana, baik earmark maupun non-earmark, tetap akuntabel meski terjadi perubahan mendadak akibat regulasi baru.
“Desa tidak boleh asal ambil keputusan, semua tetap harus terukur dan sesuai aturan,” ucapnya.