Wonosobo, Satumenitnews.com – Di tengah perbukitan Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Desa Plobangan menunjukkan perkembangan yang pelan namun pasti. Tanpa hiruk-pikuk pembangunan fisik berskala besar, desa ini justru tumbuh lewat kekuatan tradisi dan sinergi antarwarga dan pemerintah desa.
Plobangan dikenal sebagai desa yang menjunjung tinggi nilai religi. Makam Ki Ageng Wonosobo, tokoh spiritual yang diyakini sebagai leluhur warga, menjadi pusat kegiatan ziarah tahunan yang dikenal dengan tradisi Bedhol Kedhaton. Ritual ini menggabungkan unsur sejarah, budaya, dan spiritualitas, menarik ribuan peziarah setiap tahunnya.
“Ziarah ini bukan sekadar ritual, tapi bagian dari identitas kami. Pemerintah desa terus berupaya meningkatkan fasilitas dan kenyamanan peziarah,” kata Kepala Desa Plobangan, Ruswanto, saat ditemui pada Kamis (1/5/2025).
Sarana Pendukung Wisata Religi
Tak hanya fokus pada wisata religi, desa ini juga menonjolkan peran aktif masyarakat, terutama perempuan, dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), para ibu rumah tangga diberdayakan dalam pengolahan hasil pertanian, pelatihan keterampilan, serta pengelolaan kegiatan keagamaan.
“Perempuan di Plobangan terlibat langsung di berbagai kegiatan desa. Kami juga merangkul anak muda agar ikut serta membangun,” ujar Eva, Ketua KWT.
Pemerintah desa turut memberi perhatian pada sektor pendidikan keagamaan. Keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan PAUD terus diperkuat. Para guru juga mendapat dukungan insentif sebagai bentuk apresiasi terhadap peran mereka.
“Pak Kades sangat peduli. Kami para guru TPQ merasa dihargai dan diperhatikan,” kata Sulasmi, salah satu guru TPQ yang aktif di kegiatan anak-anak.
Sinergi antara pemerintah desa dan lembaga seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi pondasi utama dalam pembangunan. Ketua BPD, Sugeng, menegaskan pentingnya komunikasi dalam menjalankan program desa.
“Semua kegiatan kami musyawarahkan bersama. Hubungan perangkat desa dan BPD cukup harmonis,” ujarnya.
Desa Plobangan mungkin tidak tumbuh dengan cepat, tetapi bergerak dengan arah yang jelas: menjadi desa religius yang mandiri, sejahtera, dan berdaya lewat kekuatan kolektif warganya.**