Wonosobo, satumenitnews.com – Produksi padi di Kabupaten Wonosobo terus mengalami penurunan signifikan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan data Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan. (Dispaperkan), produksi padi pada 2020 mencapai 81.452,5 ton. Namun, jumlah tersebut menurun menjadi 59.600,15 ton pada 2024 (data hingga November).
Burhan Lutfi, analis prasarana dan sarana pertanian Dispaperkan Wonosobo, menyebutkan bahwa penurunan ini lebih disebabkan oleh perubahan pola tanam daripada serangan hama atau penyakit.
“Faktor utama penurunan hasil padi di Wonosobo bukanlah hama atau penyakit, tetapi pergeseran pola tanam ke hortikultura,” ujar Burhan.
Data Produksi Padi 2020–2024
Tren produksi padi di Wonosobo terus menurun. Pada 2021, angka produksi mencapai 79.501,1 ton, menurun menjadi 72.015 ton pada 2022, dan kembali turun menjadi 65.074,45 ton pada 2023. Data sementara 2024 menunjukkan angka 59.600,15 ton hingga November.
Burhan menjelaskan bahwa meskipun data semakin akurat berkat teknologi dan peningkatan SDM, hasil panen tetap menurun akibat pergeseran pola tanam petani.
Faktor Penyebab Penurunan Produksi Padi
Menurut Burhan, beberapa faktor utama yang memengaruhi penurunan produksi padi di Wonosobo adalah:
- Pergeseran Pola Tanam ke Hortikultura
Banyak petani memilih hortikultura seperti cabai, dan tomat karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan padi. - Perubahan Iklim
Ketidakpastian cuaca, seperti curah hujan yang tidak menentu, memengaruhi siklus tanam padi dan produktivitasnya. - Alih Fungsi Lahan
Sebagian lahan sawah di Wonosobo telah dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman atau komersial, sehingga mengurangi luas area tanam padi. - Fluktuasi Harga Gabah
Harga gabah yang sering tidak stabil membuat petani merasa kurang diuntungkan jika tetap menanam padi.
Burhan secara tegas menyatakan bahwa serangan hama atau penyakit tidak memiliki dampak signifikan terhadap penurunan produksi padi di Wonosobo.
“Hama dan penyakit padi di Wonosobo relatif terkendali, sehingga bukan penyebab utama penurunan hasil panen,” tambahnya.
Dampak Pergeseran Pola Tanam
Pergeseran pola tanam memberikan dampak positif dan negatif bagi sektor pertanian di Wonosobo:
Dampak Positif:
- Hortikultura memberikan pendapatan yang lebih tinggi dan lebih stabil bagi petani.
- Diversifikasi hasil pertanian memperkaya sektor agribisnis di Wonosobo.
Dampak Negatif:
- Penurunan produksi padi dapat memengaruhi ketahanan pangan lokal.
- Fluktuasi harga hortikultura dapat menjadi tantangan bagi stabilitas pendapatan petani.
Strategi untuk Mengatasi Penurunan Produksi Padi
Dispangperkan Wonosobo berkomitmen untuk mengatasi tantangan ini dengan beberapa langkah strategis:
- Diversifikasi Tanaman Secara Seimbang
Kombinasi pola tanam antara padi dan hortikultura harus didorong agar keseimbangan produksi dan pendapatan tetap terjaga. - Peningkatan Teknologi Pertanian
Teknologi modern seperti irigasi hemat air dan penggunaan benih unggul dapat diterapkan lebih luas untuk meningkatkan produktivitas padi. - Penguatan Pasar Gabah
Pemerintah perlu memastikan harga gabah tetap kompetitif agar petani tetap tertarik menanam padi. - Edukasi Petani
Pelatihan mengenai teknik pertanian berkelanjutan perlu diberikan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan kebutuhan pasar.
Peningkatan Akurasi Data Produksi
Burhan Lutfi juga menyoroti peningkatan akurasi data produksi sebagai langkah penting dalam memahami tren pertanian. Teknologi seperti pencatatan digital dan pemetaan lahan menggunakan drone membantu pemerintah daerah membuat kebijakan yang lebih relevan.
“Dengan data yang lebih akurat, kami dapat merancang solusi yang lebih tepat untuk mendukung petani dan meningkatkan produksi padi di Wonosobo,” ujarnya.
Kabupaten Wonosobo bercita-cita menjadi pusat agrobisnis terkemuka di Jawa Tengah pada 2045.
Meski produksi padi saat ini menghadapi tantangan besar, sinergi antara pemerintah, petani, dan lembaga terkait dapat membuka jalan untuk meningkatkan produksi sekaligus mengakomodasi pertumbuhan sektor hortikultura.