Jawa Tengah

Panen Setiap Pekan, Petani Labu Siam di Kalikajar Masih Bergantung Tengkulak

By Ahvas

May 06, 2025

Wonosobo, satumenitnews.com – Dusun Semanding, Desa Lamuk, Kecamatan Kalikajar, menjadi salah satu sentra pertanian hortikultura di Kabupaten Wonosobo. Mayoritas warganya menggantungkan hidup dari hasil bumi, Salah satunya labu siam yang tumbuh subur di dataran tinggi pegunungan.

Suhu sejuk Wonosobo yang berkisar antara 21–28 derajat Celsius pada siang hari dan 16–20 derajat pada malam hari, membuat labu siam cocok ditanam di wilayah ini. Ketinggian lahan yang berada pada rentang 900 hingga 1.100 meter di atas permukaan laut (mdpl) turut mendukung produktivitas tanaman tersebut.

“Labu siam ini tahan lama, sekali tanam bisa dua tahun panen terus,” ujar Wahib, salah satu petani di Dusun Semanding, saat ditemui pada Selasa (6/5/2025).

Panen Tiap Minggu, Tanpa Banyak Obat Kimia

Wahib menyebutkan, tanaman labu siam mulai bisa dipanen setelah enam bulan masa tanam. Selanjutnya, panen bisa dilakukan setiap minggu. Dari sisi perawatan, menurutnya, labu siam tidak memerlukan pestisida atau pupuk kimia berlebih.

“Yang penting rajin bersihkan daun dan dahan tua, nanti buahnya banyak sendiri,” kata Wahib.

Model bertanam seperti ini memudahkan petani untuk tetap menjaga lingkungan dan menghemat biaya perawatan. Mereka juga sering menyelingi tanaman labu siam dengan komoditas jangka pendek seperti sawi dan kubis, sembari menunggu masa panen utama.

Harga Naik-Turun, Tengkulak Masih Jadi Andalan

Meski produktivitas tinggi, persoalan harga masih menjadi tantangan utama petani. Wahib menuturkan, hasil panen umumnya dijual ke pasar tradisional melalui pengepul dan tengkulak. Sistem ini membuat harga labu siam di tingkat petani sangat fluktuatif.

“Hari ini harganya Rp2.000 per kilo, waktu Ramadhan kemarin sempat naik jadi Rp6.000 per kilo,” ujar Wahib.

Ketiadaan akses langsung ke pasar atau sistem distribusi mandiri membuat petani di Semanding masih bergantung pada pihak ketiga. Akibatnya, keuntungan bersih yang mereka peroleh tidak menentu dan sangat dipengaruhi oleh musim, permintaan pasar, dan ulah tengkulak.

Bertahan Lewat Pola Tanam Campuran

Untuk mengurangi risiko kerugian dari harga yang tidak stabil, Wahib dan petani lainnya memilih menanam beberapa jenis tanaman sekaligus. Pola ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan keluarga petani, tetapi juga memberikan alternatif pemasukan.

“Selagi labu siam belum panen, kita tanami sawinya, kadang kubis juga,” ujarnya.

Dengan sistem tanam beragam, lahan yang mereka kelola tetap produktif sepanjang tahun. Di tengah kondisi harga yang fluktuatif, pilihan ini menjadi strategi bertahan hidup bagi petani kecil di lereng pegunungan Wonosobo.