Wonosobo, satumenitnews.com – Kelompok Tani Margo Mulyo yang berlokasi di Desa Lamuk, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, mulai memetik manfaat dari inovasi pertanian berbasis teknologi. Sejak terbentuk pada 2015, kelompok ini kini menjadi salah satu penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Kabupaten Wonosobo tahun 2024, dengan fokus pengembangan sistem pertanian screen house modern.
Dengan dana senilai Rp500 juta, kelompok yang terdiri dari 25 petani ini membangun screen house modern berukuran 40 x 8 meter persegi, lengkap dengan ruang panel operator seluas 3 x 4 meter. Menurut Misgio, salah satu anggota kelompok, sebanyak Rp300 juta digunakan untuk pembangunan fisik screen house, Rp150 juta untuk mekanisasi peralatan, dan Rp 50 juta untuk penyediaan media tanam.
Smart Farm: Teknologi Tani yang Terhubung Internet
Screen house milik Margo Mulyo telah dilengkapi berbagai perangkat smart farm. Peralatan seperti dripper untuk irigasi tetes, sprayer otomatis, reel gantung, blower, dan CCTV semuanya terhubung dengan jaringan internet dan dapat dikendalikan jarak jauh melalui aplikasi di smartphone selain itu kebutuhan listrik sudah menggunakan energi baru terbarukan panel surya.
“Inilah yang kami sebut pertanian pintar. Semua alat bisa dikontrol dari rumah, bahkan ketika kami tidak di lokasi,” kata Misgio, Sabtu (13/4/2025).
Sebelum implementasi teknologi, anggota kelompok terlebih dulu menjalani pelatihan yang difasilitasi oleh senior pertanian dari Wonosobo. Mereka diajarkan mengenai tata kelola screen house modern, perawatan alat, dan teknik penanaman dalam kondisi tertutup yang berbeda dari sistem konvensional.
Potensi Produksi Meningkat Lima Kali Lipat
Saat ini, kelompok tani Margo Mulyo menanam cabai red dan paprika sebagai komoditas unggulan. Meski baru berjalan selama tiga bulan dan belum mencapai masa panen, Misgio optimistis hasilnya akan jauh lebih tinggi dibanding metode lama.
“Kalau cabai di lahan terbuka panen setelah enam bulan, di screen house modern kami hanya butuh lima bulan. Jumlah panennya juga beda jauh, bisa lima kali lipat lebih banyak,” ujar Misgio.
Screen house ini mampu menampung hingga 450 bibit cabai red dalam satu siklus tanam. Dengan suhu dan kelembapan yang lebih terkontrol, serta pengairan yang teratur, risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem bisa ditekan secara signifikan.
Rencana Pemasaran dan Tantangan Infrastruktur
Hingga saat ini, hasil pertanian screen house masih direncanakan masuk ke pasar konvensional. Namun dalam jangka panjang, kelompok tani ini berencana membentuk koperasi paguyuban sebagai jalur pemasaran satu pintu.
“Tujuannya agar distribusi hasil panen lebih terstruktur, dan kami bisa menentukan harga yang lebih adil untuk petani,” jelasnya.
Namun, mereka belum sepenuhnya lepas dari hambatan. Saluran air belum optimal untuk kebutuhan penyiraman, dan listrik untuk penggerak reel gantung serta blower kerap mengalami gangguan. Kelompok berharap ada dukungan lanjutan dari pemerintah atau mitra swasta agar kendala teknis ini segera teratasi.