Wonosobo, satumenitnews.com – Dinamika harga pangan dan ketidakpastian pasokan kembali menjadi sorotan di Kabupaten Wonosobo. Umar Shoid, Kabid Bina Program Dispaperkan Wonosobo, menilai sektor pertanian belum menempati posisi prioritas pembangunan daerah meskipun potensinya cukup besar.
Menurut Umar, persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah ketiadaan peta kebutuhan masyarakat yang rinci.
“Sebagus-bagusnya produk pertanian kita, tetap saja harga masih diombang-ambingkan pasar. Tidak ada dasar peta kebutuhan masyarakat secara detail, misalnya berapa kebutuhan telur per hari. Kalau data itu ada, kita bisa tahu berapa yang harus diproduksi dan kapan mengembangkan bila ada kekurangan,” jelasnya, Selasa (18/11/2025).
Ia menambahkan, tanpa peta tersebut, arah produksi pertanian dan peternakan di Wonosobo sulit dikendalikan. Padahal, pemetaan kebutuhan lokal dapat membantu mengatur keseimbangan antara produksi dan konsumsi, sekaligus mencegah gejolak harga di tingkat pasar.
Fokus Pengawasan Harga Masih Terbatas
Sementara itu, Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Disdagkop UMKM) Kabupaten Wonosobo, Sri Wahyu, S.IP., mengakui pengawasan harga pasar sejauh ini masih difokuskan pada sejumlah komoditas utama dan kelompok pangan masyarakat (gapokmas).
“Kalau harga-harga tertentu melonjak tinggi, kita pasti turun ke lapangan. Termasuk komoditas ayam potong dan telur,” ujarnya saat ditemui dikantornya, Senin (17/11/2025).
Wahyu menjelaskan, pemantauan dilakukan dari level produsen hingga pedagang untuk menilai rantai harga dan biaya transportasi yang mempengaruhi harga jual. “Kita cek harga di pasar, di peternak, di produsen, termasuk ongkos transportasinya. Semua berpengaruh,” tambahnya.
Ia juga menyebut, pengawasan terhadap komoditas pangan berbasis data subsidi menjadi prioritas, sementara transaksi antar pelaku bisnis (B2B) masih sulit diawasi karena sifatnya tertutup dan bergantung pada mekanisme pasar.
Kebutuhan Telur Sulit Diprediksi
Terkait kebutuhan telur di Wonosobo, Wahyu mengakui belum ada data pasti yang menggambarkan jumlah konsumsi masyarakat secara harian. “Kita tidak bisa prediksi secara tepat. Sekarang ini ada dapur MBG, jadi permintaan meningkat, dan itu berimbas pada harga di pasaran,” katanya.
Lonjakan permintaan yang tidak sebanding dengan produksi lokal, hal ini juga menyebabkan pasokan telur berasal dari luar daerah meningkat. Berdasarkan pantauan di beberapa jalur utama, terlihat truk pengangkut ayam potong dan telur dari luar daerah terus meningkat ke wilayah Wonosobo.
Produksi Lokal Belum Mampu Menutupi Kebutuhan
Meskipun di sejumlah desa banyak peternak ayam petelur dan broiler, pasokan dari dalam daerah belum mencukupi kebutuhan konsumsi harian. “Pasokan ayam sebagian masih datang dari luar daerah. Kita belum tahu jumlah pastinya karena belum ada sistem pencatatan terintegrasi antara peternak dan pedagang,” ujar Wahyu.
Ketiadaan data dasar kebutuhan dan peta produksi membuat pengawasan harga sulit berjalan efektif. Umar Shoid menilai, hal itu harus segera dibenahi jika Wonosobo ingin membangun kemandirian pangan daerah. “Dengan peta kebutuhan masyarakat, kita bisa tahu kapan harus meningkatkan produksi atau menyeimbangkan stok. Semua jadi lebih terarah,” ucapnya.