Wonosobo, satumenitnews.com – Pemerintah Kabupaten Wonosobo kembali menegaskan komitmennya dalam menata kawasan wisata Telaga Menjer dengan mengacu pada regulasi tata ruang terbaru, yaitu Perda RTRW Nomor 4 Tahun 2023. Penegasan ini disampaikan oleh Sekretaris Daerah Wonosobo, One Andang Wardoyo, dalam rapat bersama tim teknis lintas OPD, Rabu (5/6/2025).
Dalam rapat tersebut, pemerintah mengkaji ulang posisi usaha pariwisata di kawasan Telaga Menjer. Menurut Andang, standar tata ruang tetap menjadi acuan utama dalam menentukan kelayakan bangunan dan aktivitas wisata.
“Kami akan tetap bijak. Pemerintah tidak serta-merta membongkar tanpa solusi. Karena ini menyangkut penghidupan masyarakat,” kata Andang.
Beberapa bangunan diketahui telah sesuai pola ruang dan tidak menimbulkan masalah. Namun, ada juga bangunan yang melanggar zonasi dan dipastikan akan ditindak sesuai ketentuan.
Zona Terbatas dan Kepastian Hukum
Perhatian pemerintah terhadap kawasan Telaga Menjer semakin meningkat seiring pertumbuhan usaha wisata yang pesat namun belum tertib perizinan. Salah satu masalah utama adalah ketidaksesuaian bangunan dengan zonasi yang telah ditetapkan.
Andang mencontohkan, di wilayah hortikultura, hanya 50 persen dari total lahan yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan. Artinya, jika luas tanah 1.600 meter persegi, hanya 800 meter yang dapat digunakan dan itu harus mencakup rumah, parkir, hingga fasilitas sanitasi.
Pemerintah Pilih Pendekatan Edukatif
Kepala Dinas PUPR Wonosobo, Nuruddin Ardiyanto, menyampaikan bahwa penegakan aturan tidak dilakukan secara represif. Sebaliknya, pemerintah mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif kepada masyarakat.
“Tanah memang milik pribadi, tetapi bukan berarti pemilik bisa semena-mena. Kita hidup berdampingan dengan lingkungan dan masyarakat,” tegas Nuruddin.
Ia menyatakan, tata ruang memang bersifat mengikat, namun implementasinya harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Pemerintah menolak meniru pendekatan keras seperti di kota besar dan memilih jalur dialog.
Larangan di Zona Pertanian dan Revisi RTRW
Nuruddin menambahkan, pembangunan homestay atau glamping hanya diperbolehkan di zona yang sesuai. Kawasan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) tetap menjadi prioritas perlindungan karena menyangkut ketahanan pangan daerah.
Ia menolak memberi izin di luar zona peruntukan, meski di sisi lain aktivitas ekonomi berkembang. Meski demikian, ia membuka ruang untuk revisi RTRW secara berkala.
“Kalau zonasinya tidak sesuai, ya mohon maaf,” ujarnya.
Pelaku Usaha Harap Dukungan Nyata
Pelaku usaha di sekitar Telaga Menjer mulai angkat suara. Nurkholis, salah satu pemilik vila dan homestay, berharap kebijakan tata ruang bisa lebih responsif terhadap perkembangan kondisi lapangan.
“Kami sangat berharap ada dukungan konkret dari pemerintah daerah, khususnya dinas terkait seperti PUPR, dalam memberikan kepastian hukum bagi kami,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa para pelaku usaha telah membentuk Paguyuban Wisata Telaga Menjer sebagai wadah komunikasi dan pengawasan internal. Meski demikian, mereka sering menemui kendala saat mengurus izin karena zonasi kawasan belum berpihak pada pengembangan wisata.
“Kami siap mengurus perizinan, membayar pajak, dan mengikuti aturan, asalkan ada kejelasan dan dukungan nyata dari pemerintah,” kata Nurkholis menambahkan.