Wonosobo, satumenitnews.com – Pabrik tahu milik Junaedi di Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, masih sangat tergantung pada kedelai impor sebagai bahan baku utama produksinya. Dalam sehari, sedikitnya 200 kilogram kedelai dibutuhkan untuk menjaga jalannya proses pembuatan tahu di pabrik yang sudah berdiri sejak 1995 itu.
“Kalau kedelai lokal tidak cukup untuk produksi saat ini” kata Junaedi saat ditemui di lokasi pabriknya, Sabtu (20/4).
Ia mengungkapkan bahwa pasokan kedelai dari dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan harian, baik dari segi jumlah maupun kontinuitas distribusinya. Kondisi tersebut membuat pelaku industri kecil seperti dirinya tak punya banyak pilihan selain terus bergantung pada kedelai impor.
Harga Stabil Tapi Ancaman Mengintai
Saat ini, harga kedelai impor berada di kisaran Rp10.000 per kilogram. Harga tersebut dinilai relatif stabil dalam beberapa waktu terakhir. Namun, Junaedi mengakui bahwa kestabilan ini sangat bergantung pada kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
“Sekarang sih masih stabil untuk kedelai, belum tahu ke depan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa setiap pelemahan rupiah pasti berdampak langsung terhadap naiknya harga kedelai impor. Kenaikan ini tentu akan ikut mengerek biaya produksi tahu, yang bisa berdampak pada harga jual dan keberlangsungan usaha.
Ketidakpastian Ekonomi Bayangi Produsen Tahu
Ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar rupiah menjadi dua faktor utama yang terus membayangi para pelaku industri pangan berbasis kedelai. Menurut Junaedi, meski saat ini kondisi masih terkendali, ia tidak bisa memprediksi bagaimana situasi ke depan, terutama jika rupiah kembali terdepresiasi.
Dengan tidak adanya alternatif pasokan lokal yang memadai, para produsen tahu seperti dirinya hanya bisa berharap agar stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga agar bahan baku tetap terjangkau dan produksi tidak terganggu.