Jawa Tengah

Polemik Kasus Pengeroyokan yang Menggantung: Kronologi dan Proses Hukum yang Terhambat

By Manjie

December 11, 2024

Wonosobo, satumenitnews.com – Kasus pengeroyokan yang dilaporkan sejak awal tahun 2024 di Wonosobo masih menggantung tanpa kejelasan. Proses hukum yang lamban, kurangnya koordinasi antara Polres dan kuasa hukum, serta ketidakpastian arah penyidikan menjadi polemik yang mengundang perhatian publik.

Kuasa hukum pelapor, Wisnu Harto, SH, menyampaikan keluhannya terkait minimnya komunikasi antara pihaknya dengan penyidik Polres Wonosobo.

“Kami sering tidak diajak koordinasi dalam proses pemeriksaan, baik untuk saksi maupun pelapor. Hal ini memperburuk situasi karena informasi yang kami terima menjadi terbatas,” ujarnya saat Konferensi Pers di Resto Harmoni, Rabu (11/12/2024).

Kronologi Awal Kasus

Kasus ini bermula pada 14 Februari 2024, ketika pelapor, Miftah, melaporkan dugaan pengeroyokan yang terjadi di Kabupaten Wonosobo. Laporan awal diterima dengan Nomor STPL/69/II/2024/JATENG/RES.WSB, dan secara resmi ditindaklanjuti melalui Laporan Polisi Nomor STTLP/193/V/2024/SPKT/POLRES WONOSOBO/POLDA JATENG pada 21 Mei 2024.

Menurut pelapor, pengeroyokan dilakukan oleh beberapa orang, termasuk terlapor berinisial S, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Wonosobo. Akibat insiden tersebut, pelapor mengalami luka-luka yang telah dibuktikan melalui hasil visum et repertum.

Proses Hukum yang Mandek

Setelah laporan diterima, kasus ini mengalami hambatan di tahap penyelidikan. Hingga kini, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) belum dikeluarkan, dan status kasus belum mencapai tahap P-21. Kuasa hukum menilai lambannya proses ini sebagai indikasi lemahnya komitmen penegakan hukum.

“Kasus ini sudah berjalan hampir sembilan bulan tanpa ada perkembangan signifikan. Hal ini mencederai hak pelapor untuk mendapatkan keadilan,” kata Wisnu.

Kurangnya Koordinasi dengan Kuasa Hukum

Wisnu juga mengungkapkan bahwa pihaknya sering tidak dilibatkan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Polres.

“Sebagai kuasa hukum, kami seharusnya dilibatkan dalam setiap langkah pemeriksaan, baik untuk saksi maupun korban. Namun, kami kerap kali hanya mendapatkan informasi seadanya tanpa diajak berdiskusi,” tambahnya.

Minimnya koordinasi ini, menurut Wisnu, tidak hanya menghambat proses hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem penegakan hukum di tingkat lokal.

Tantangan dalam Menuntaskan Kasus

Kuasa hukum menyoroti bahwa status terlapor sebagai pejabat publik menjadi salah satu faktor yang diduga menghambat penyelesaian kasus.

“Kami tidak ingin berprasangka buruk, tetapi kami berharap status jabatan tidak menjadi alasan untuk memperlambat proses hukum,” tegas Wisnu.

Selain itu, kuasa hukum juga meminta Polres Wonosobo untuk mempercepat penyelesaian kasus agar tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat.

Harapan Pelapor dan Kuasa Hukum

Miftah, sebagai pelapor, menyampaikan harapannya agar kasus ini segera dituntaskan.

“Saya hanya ingin keadilan. Proses yang lamban membuat saya dan keluarga merasa ditinggalkan,” ungkapnya.

Kuasa hukum juga mengimbau masyarakat dan media untuk terus mengawal kasus ini agar tidak berhenti di tengah jalan.

“Keterlibatan masyarakat dan media sangat penting untuk memastikan kasus ini diselesaikan secara adil,” tutup Wisnu.