Wonosobo, satumenitnews.com – Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) Kabupaten Wonosobo, Dra. Harti, MM, menanggapi dan menegaskan bahwa unsur pemberhentian Kepala Desa Wonokerto, Kecamatan Leksono, sudah cukup. Namun, prosesnya tetap harus melalui mekanisme resmi sesuai peraturan yang berlaku.
“Dalam kasus kepala desa Wonokerto, dari beberapa dugaan penyalahgunaan yang ada sebenarnya sudah memenuhi persyaratan untuk diberhentikan,” kata Harti saat diwawancarai usai audiensi bersama warga dan pemerintah desa, Rabu (20/8/2025).
Ia merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 6 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pelantikan, dan Pemerintahan Kepala Desa. Dalam pasal 38, kepala desa berhenti karena tiga hal, yakni meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
“Di ayat 2 huruf C disebutkan, kepala desa diberhentikan jika tidak lagi memenuhi syarat, melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melanggar larangan kepala desa. Dari fakta-fakta yang muncul di Wonokerto, unsur itu sudah terpenuhi,” jelasnya.
Mekanisme Pemberhentian Melalui BPD
Menurut Harti, proses pemberhentian bukan keputusan sepihak, melainkan ranah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). “BPD harus mengadakan musyawarah dengan minimal 2/3 anggota hadir untuk menampung aspirasi masyarakat serta menggali data, fakta, atau dokumen terkait dugaan penyalahgunaan,” ujarnya.
Setelah musyawarah selesai, BPD wajib menyampaikan hasilnya kepada bupati melalui camat. “Jalur resmi pemberhentian memang seperti itu, tidak bisa langsung. Harus ada mekanisme yang dilalui,” tegasnya.
Desakan Warga Bisa Jadi Pertimbangan
Disinggung mengenai desakan masyarakat yang meminta kepala desa mundur secara langsung, Harti menyebut hal itu sah sebagai aspirasi publik. “Ya, itu bisa menjadi bahan pertimbangan BPD. Kenapa masyarakat menuntut kepala desa mundur? Karena mereka menemukan fakta dan data, bahkan ada warga yang merasa dirugikan. Tapi mekanismenya tetap melalui BPD,” ungkapnya.
Isu Politik Jelang Pilkades 2026
Harti juga menanggapi soal potensi intrik politik menjelang pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak tahun 2026. Ia mengatakan, tahapan Pilkades akan dimulai pada Juni 2026, dengan pelaksanaan pemungutan suara pada November.
“Tadi memang juga ada pertanyaan apakah ini terkait intrik politik, tapi kami belum mendalami hal itu. Hari ini sejak jam 8 pagi kami sudah berada di lokasi dan fokus pada dinamika yang terjadi,” katanya.
Harti menegaskan kembali bahwa pihaknya lebih menekankan jalannya regulasi dalam menyikapi dinamika di Desa Wonokerto. Hal tersebut juga disampaikan langsung kepada masyarakat pada masa akhir audiensi di balai desa.