Wonosobo, satumenitnews.com – Penanaman bawang daun dengan benih dari biji mulai diuji di Wonosobo sebagai jalan baru menstabilkan pasokan dan mengurangi risiko gejolak harga di pasar. Di tengah seringnya keluhan petani soal benih yang sulit didapat saat musim hujan, langkah ini dipandang sebagai upaya memutus siklus ketergantungan pada benih lama yang rentan rusak.
Dari Benih Splitting ke Benih Biji
Peneliti Pusat Riset Hortikultura Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Retno Pangestuti, menjelaskan bahwa ide penggunaan benih daun bawang dari biji berangkat langsung dari kebutuhan di lapangan.
“Penanaman bawang daun dengan benih dari biji ini sebenarnya didasari oleh kebutuhan ketersediaan benih yang lebih stabil,” ujar Dr. Retno saat ditemui di lokasi uji tanam di Wonosobo, Selasa (18/11/2025).
Ia menegaskan, bawang daun di Wonosobo bukan sekadar sayuran biasa. “Di Wonosobo, bawang daun ini kan komoditas strategis, bahkan bisa memicu inflasi,” katanya. Selama ini, petani mengandalkan benih splitting, yaitu benih yang diambil dengan memecah rumpun tanaman, lalu segera ditanam lagi.
Masalah muncul ketika musim hujan datang. “Saat musim hujan, banyak benih splitting yang rusak sehingga benih bagusnya susah didapat dan harga melonjak,” kata dia. Ketika harga benih naik, petani kesulitan membeli, sehingga sebagian memilih mengurangi luas tanam. Pada titik tertentu, pasokan bawang daun di pasar ikut menurun.
Risiko Musim Hujan dan Gejolak Harga
Keterbatasan benih di musim hujan membuat rantai produksi bawang daun di Wonosobo cukup rapuh. Benih splitting yang tidak tahan simpan memaksa petani menanam dalam waktu sempit, tanpa banyak pilihan mengatur pola tanam.
“Benih splitting harus segera ditanam setelah dipanen. Tidak bisa disimpan lama,” jelas Dr. Retno. Kondisi ini membuat setiap masalah di musim hujan seperti busuk, jamur, dan kerusakan fisik langsung berimbas pada kelangkaan benih dan kenaikan biaya produksi.
Dalam situasi seperti itu, petani menghadapi dua tekanan sekaligus: harga benih yang naik dan risiko gagal tanam yang lebih besar karena cuaca lembap. Ketika petani menahan diri untuk menanam, dampaknya berujung pada pasokan yang berkurang dan potensi gejolak harga di tingkat konsumen.
Keunggulan Benih Daun Bawang dari Biji
Sebagai alternatif, BRIN memperkenalkan penggunaan benih daun bawang dari biji. Menurut Dr. Retno, keuntungan benih biji tidak hanya soal ketersediaan, tetapi juga kesehatan tanaman.
“Nah, kalau dari biji, keuntungannya banyak. Produktivitas lebih tinggi, biji itu free pathogen tidak membawa patogen tular benih sehingga pertumbuhan tanaman lebih bagus,” tuturnya.
Dengan tanaman yang lebih sehat, kebutuhan pestisida ikut berkurang. “Penggunaan pestisida juga menurun. Kita bisa lihat di musim hujan ini, tanamannya lebih sehat,” lanjutnya. Bagi petani di daerah lembap seperti Wonosobo, pengurangan intensitas penyemprotan menjadi poin penting, baik dari sisi biaya maupun kesehatan lingkungan.
Dari sisi logistik, benih biji juga dinilai lebih praktis. “Biji juga bisa disimpan lebih lama dan distribusinya lebih mudah. Tinggal dikemas, kemudian bisa dikirim ke luar daerah tanpa masalah,” kata Dr. Retno. Artinya, pasokan benih daun bawang tidak lagi terkunci di satu wilayah atau satu musim saja.
Masa Panen Lebih Panjang, Hasil Lebih Tinggi
Perubahan jenis benih tentu berdampak pada pola budidaya. Saat ditanya soal lama masa panen, Dr. Retno tidak menutup-nutupi bahwa ada tambahan waktu di awal.
“Masa panennya memang lebih panjang karena ada waktu persemaian sekitar enam minggu,” jelasnya.
Dengan adanya fase persemaian, total waktu dari semai sampai panen memang lebih lama dibanding pola splitting. Namun, menurut dia, hal itu sepadan dengan hasil yang diperoleh. “Jadi total waktunya lebih lama, tetapi produktivitasnya lebih tinggi. Fleksibilitasnya juga lebih baik karena benih bisa disimpan lama, jadi ketika dibutuhkan tinggal pakai,” ujarnya.
Bagi petani, fleksibilitas ini membuka peluang mengatur waktu tanam mengikuti prakiraan cuaca maupun pergerakan harga di pasar. Petani tidak lagi sepenuhnya dikejar-kejar umur simpan benih seperti sebelumnya.
Biaya Persemaian vs Hemat Pestisida
Perubahan sistem benih ini juga mengubah struktur biaya budidaya. Saat ditanya soal perawatan, Dr. Retno mengakui ada pos biaya baru.
“Kalau dari biji, memang ada biaya tambahan di persemaian,” katanya.
Namun, ia menekankan bahwa kondisi setelah pindah tanam justru lebih sederhana. “Tetapi di lapangan justru lebih ringkas karena tanamannya lebih sehat. Frekuensi penggunaan pestisida berkurang, terutama di daerah seperti Wonosobo yang lembab. Harapannya, pemeliharaan jadi lebih mudah,” ujarnya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa benih sehat bukan jaminan kebal penyakit, terutama di daerah yang sudah terbiasa menggunakan pupuk dan pestisida kimia dalam dosis tinggi. “Penyakit tetap ada karena lingkungan lembab,” kata dia.
Karena itu, BRIN tidak hanya mengirim benih, tetapi juga menyiapkan panduan budidaya. “Maka dari itu, bersamaan dengan distribusi benih, kami juga akan keluarkan SOP pemeliharaan yang ramah lingkungan,” tambahnya. SOP tersebut diharapkan menjadi pegangan petani untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia dan memperbaiki cara budidaya.
Uji Keunggulan Menuju Varietas Resmi
Program di Wonosobo ini bukan percobaan spontan. Saat ditanya apakah ini uji pertama, Dr. Retno menegaskan, “Bukan yang pertama. Varietas ini sudah didaftarkan dan mendapat sertifikat pendaftaran varietas lokal.”
Ia menceritakan, sebelum sampai tahap sekarang, tim riset sudah melakukan penelitian bersama petani setempat. “Sebelumnya kami sudah melakukan penelitian di sini bersama Pak Eko. Setelah hasilnya bagus dan prospektif, kami ajukan sebagai salah satu varietas unggulan Wonosobo, lalu kami daftarkan,” jelasnya.
Tahap yang kini berlangsung adalah uji keunggulan menuju pelepasan varietas. “Saat ini kegiatan ini adalah uji keunggulan menuju pelepasan varietas. Setelah sertifikat pelepasan keluar, benih bisa diperjualbelikan secara komersial,” kata dia.
## Melawan 1 dan Rencana Banyumudal
Saat ini, satu varietas bawang daun menjadi fokus dalam pendaftaran, yakni Melawan 1. “Untuk yang didaftarkan saat ini ada satu, yaitu Melawan 1, varietas unggulan Wonosobo,” ujar Dr. Retno.
Di lahan uji, Melawan 1 dibandingkan dengan beberapa varietas bawang daun lain yang sudah lebih dulu mendapat izin pelepasan, untuk melihat keunggulan spesifiknya. Ia menambahkan, tim juga sudah menyiapkan rencana lanjutan. “Tahun depan mungkin kami coba yang Banyumudal. Jadi di Wonosobo ada dua varietas unggulan bawang daun: Melawan 1 dan Banyumudal,” jelasnya.
Dengan adanya varietas unggulan yang jelas identitas dan status hukumnya, Wonosobo berpeluang memperkuat posisi sebagai sentra bawang daun, bukan hanya sebagai penghasil, tetapi juga sebagai sumber benih.